Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamualaikum wr. wb
"ما من نفس تبديه إلا وله قدر فيك يمضيه"
"Setiap nafas yang kau hempas, tak lepas dari catatan takdir yang harus dijalani."
Nafas adalah udara yang dihirup di dalam dada, kemudian
dihempas ke luar. Tersusun dari daya tarik dan daya hempas. Kehidupan manusia
sejatinya adalah kumpulan dari nafas-nafas, sehingga ia bisa bergerak,
berbicara dan bekerja di luasnya udara yang terhirup. Dalam hikmah ini Ibnu
Athaillah seolah berkata, "Taukah
anda setiap gerik tubuh, besar-kecilnya, samar-tidaknya, sehingga berada di
dalam genggaman qadha dan qadar Allah, setiap tarikan dan helaan nafas telah
tercatat dalam catatan Tuhan."
HR Muslim dan Ahmad dari Abdullah bin Umar menjadi landasan Hikmah-22
ini. Yaitu; (كل شيء بقدر حتى
العجز والكيس)
Maka mengerti dan meyakini hakikat takdir ini sangat penting
di dalam konstruksi akidah Islam. Semakin mendalam maka semakin kukuh iman.
Kira-kira apa pengaruh yang di rasakan seseorang dengan mengerti hakikat qadar
(takdir)? Jawabnnya jelas, ia semakin enjoy melakoni alur kehidupan. Mengapa?
Kesimpulan sebelumnya menjelaskn, bahwa manusia butuh bekerja demi kelangsungan
hidup, tapi tidak boleh bergantung pada amal pekerjaan. 'Pekerjaan' yang setiap
hari dilakukan hanya ditujukan sebgai upaya menjaga etika bersama Allah untuk
tunduk pada aturan yang telah digariskan.
Muslim sejati bangkit mencari rizki dengan bekerja, jika
sukses ia memuji pada Allah, penuh yakin bahwa yang diterimanya adalah
anugerah. Tapi jika belum berhasil, muslim sejati tidak bersedih, akan tetapi
pasrah dan meyakini semua telah sesuai takdir dan pengetahuan Allah.
Seseorang yang tahu hakikat takdir, berani berbuat dengan
resiko apapun yang, sehingga ia berkorban di jalan Allah dengan jiwa, raga bahkan
harta. Karena ia merasa, semua yang trtulis dalam Sijjil (catatan Tuhan)
mau tidak mau pasti terjadi. Baik dilakukan dengan bermalasan /penuh
pengorbanan.
Alhasil, muslim yang memiliki keyakinan semacam ini selalu
mengukur dengan tolak ukur syariat setiap akan melakukan sesuatu. Nah, semangat
inilah yang terus digelorakan oleh sahabat-sahabat Rasul, utamanya dalam
memperluas dakwah Islam, dalam ranah ideologi dan peradaban.
Maka banyak dari mereka sahabat Nabi tampil sebagai uswah dalam
perjuangan dakwah tak kenal lelah dan tak peduli resiko. Kita pasti bertanya-tanya
tentang rahasia yang memotivasi para sahabat sehingga mau berkorban sedemikian
rupa demi kepentingan agama, bukan? Pasti kita dapati jawabannya karena dua
hal, pertama karena mereka senantiasa berpegang teguh pada perintah dan aturan
Allah. Kedua, karena mereka tidak peduli dan tak mau pusing dengan kekhawatiran-
kekhawatiran yang beraneka ragam yang belum tentu terjadi. Mereka menerima
apapun itu. Lantas mengapa mereka tidak mau ambil pusing dengan semua itu?
Tentu karena keyakinan mendalam bahwa apa yang akan dihadapi sesuai takdir
Tuhan.
Oleh sebab itu kita tahu bahwa setiap hal yang berkelindan
dalam kehidupan manusia, baik ikhtiar maupun di luar kuasa, adalah cerminan
takdir. Yang patut disayangkan, banyak muslim yang cetek pemahamannya tentang
arti hakiki dari takdir, yang sejatinya adalah pondasi dasar dalam agama.
Misalnya banyak muda-mudi berkata, "Jodoh di tangan Tuhan",
tanpa mengetahui hakikat serta maksud dari kalimat yang mereka ucapkan. Mereka
tidak mengerti kalimat "Jodoh di tangan Tuhan" dalam kaitannya dengan
qadha dan qadar. Sehingga sering disalah-artikan. Maka menanggapi kalimat
"Jodoh di tangan Tuhan", ada sebagian kemudian yang santai, menunggu
waktu mempertemukan dan pasrah pada keadaan. Kita harus bisa menempatkan qada dan
qadar secara rapi dan proporsional dalam kaitannya dengan persepsi tentang
jodoh yang rentan disalahartikan.
Untuk itu kita perlu terlebih dahulu menggariskan apa arti
qada dan apa arti qadar, serta bagaimana posisi keduanya dalam konteks jodoh. Qadha
adalah ilmu (pengetahuan) Allah atas segala sesuatu yang akan terjadi di masa
akan datang berkenaan ikhtiar/usaha seseorang. Qadar adalah realisasi dari ilmu
Allah untuk mewujudkan sesuatu tepat dengan waktu yang tercatat pada catatan
ilmu dalam qadha.
Tahunya Allah bahwa fulan berjodoh dengan siti (misalnya) dan
keduanya akan menikah pada hari, tanggal dan tahun sekian, pengetahuan ini
disebut qadha. Berlangsungnya pernikahan fulan dan siti pada waktu yang
ditentukan disebut qadar. Jadi qadha=ilmu Allah, qadar=realisasi dari ilmu
tersebut. Yang baru saja dijelaskan hanyalah contoh kecil bagaimana memahami
qada dan qadar.
Setelah kita tahu bahwa qadha tidak lain adalah wujud dari
ilmu Allah, maka kita faham bahwa qadha tidak ada sangkut pautnya dengan
ikhtiar manusia. Berikut ada 2 hal yang tercover oleh ilmu Allah.
- Perkembangan Karakter di luar ikhtiar manusia.
- Aktifitas yang bergantung pada ikhtiar.
-------------------------
- Karakter yang dimaksud seperti pertumbuhan manusia dari lahir, hingga dewasa. Ini merupakan hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan ikhtiar.
- Aktifitas yang menggerakkan kerja manusia sesuai keterampilan dan bakat yang dimiliki, dan sangat bergantung pada sejauh apa ia berusaha.
Yang satu adalah perwujudan dari karakter dan asal
penciptaan, yang kedua adalah ruang yang butuh usaha dan ikhtiar seseorang. Kemudian
problem besar yang dihadapi umat Islam dewasa ini adalah cenderung memahami
agama dengan taklid buta berbahaya dan membebek tanpa dalil.
Tidak banyak yang hatinya tergerak untuk membekali diri dengan
ilmu dan pengetahuan sebagai usaha mengarungi kehidupan lebih baik dan terarah.
Akhirnya banyak muncul pernyataan menggelikan mengenai dasar ideologi agama yang
sebenarnya tidak perlu diperbincangkan.
Kita ambil contoh, "Jika Allah tahu (sejak dulu) bahwa
aku akan berbuat maksiat, berarti yang menyebabkan aku maksiat adalah
Allah!". Astaghfirullah, pernyataan blunder semacam ini tidak pantas
bersarang di hati seorang muslim karena hanya menunjukkan kedangkalan ilmu. Renungkan!
Apakah ketika seorang ayah tahu, bahwa kaeampuan sang buah hati yang di bawah
rata-rata dan dipastikan tidak lulus ujian, kemudian si anak berkata;
"Kalau ayah tahu saya gagal, berarti ayah yang menghalangi saya lulus
ujian!". Bisakah klaim anak ini dibenarkan? Tentu tidak. Sebab
bagaimanapun pengetahuan ayah atas kemampuan anak tidak berpengaruh atas
hal-hal yang butuh disikapi dan ditindaklanjuti anak.
Demikian pula dengan konsep ketuhanan. Allah menganugerahi
akal kemudian kita berikhtiar, belajar dan berusaha meningkatkan kualitas
hidup. Bukan karena Allah tahu seseorang akan berhasil ataupun gagal yang
mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan. Melainkan sikap dan kesanggupan.
Wassalamualaikum wr.wb
Terima kasih telah membaca artikel Al Hikam 22 - Setiap Nafas Yang Kau Hempas, Tak Lepas Dari Catatan Takdir Yang Harus Dijalani, diijinkan untuk menyalin semua yang ada di wastripedia, untuk disebarluaskan.