Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamualaikum wr. wb
“Bagaimana akan terang hati seorang hamba, yang gambar dunia terbayang jelas dalam cermin hatinya?
Bagaimana akan melangkah menuju Allah, padahal ia sedang terbelenggu dalam kunkungan syahwatnya?
Bagaimana ia akan bisa masuk ke hadhirat Allah, sedangkan ia belum suci dari kelalaiannya?
Dan bagaimana ia berharap akan mengerti rahasia-rahasia mendalam dan indah, sedangkan ia belum bertaubat dari kesalahan-kesalahannya?”
Dalam kajian kali ini, kita butuh untuk menguraikan kalam hikmah di atas secara sistematis sesuai perkalam yang modelnya pertanyaan.
Kita mulai dari yang pertama; "Bagaimana akan terang hati seseorang yang gambar dunia terbayang
jelas dalam cermin hatinya?" Pertanyaan dalam kalam hikmah ini
menuntut pemahaman mendalam dari beberapa aspek kehambaan seorang manusia terhadap
Rabb-nya. Secara prinsip manusia tersusun dari dua asas pokok, yang dengannya
entitas kemanusiaan dapat sempurna. Yaitu hati dan akal. Dua pokok tersebut,
merupakan komponen vital yang dimiliki manusia dan menjadikan berbeda dengan
makhluk yang lain. Dimana akal menjadi pusat muncul dan berkembangnya ilmu
pengetahuan, peradaban dan kebudayaan. Sedangkan hati menjadi pusat utama akan
berkembangnya kepekaan perasaan dan emosional . Oleh karena itu, jika akal dan
hati hamba berfungsi secara stabil dan profesional, maka ia akan menjadi
khalifah sejati di muka bumi ini.
Maka menjadi jelas bahwa fungsi utama akal adalah untuk
"mengerti, memahami dan menyadari aspek makna kehidupan". Sedangkan
hati adalah muara emosional yang dapat mendorong rasa cinta, ta'dzim, benci dan
sifat-sifat yang lain. Makanya, jika kau menangkap sesuatu yang serasi dengan
keinginanmu, otomatis dari hatimu akan tumbuh rasa suka dan cinta terhadap hal
tersebut. Namun, jika kau menangkap sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan
watakmu, maka akan tumbuh rasa tidak suka, benci dan lain sebagainya. Lantas,
kira-kira hal yang sangat kuat mendorong manusia giat dalam menjalankan
aktifitas, tugas dll. Apakah motivasi hati atau akal?
Para psikolog menjelaskan bahwa peran hati dalam mendorong seseorang
giat menjalankan aktifitas berkisar 70%, sedangkan dorongan dari akal hanya
30%. Oleh karena itu, kekuatan spritualitas pada diri seorang hamba jauh lebih
penting daripada kekutatan intelektualitas.
Memahami uraian inti pada alinea kalam hikmah pertama, harus mengerti
dulu bahwa hati adalah pmimpin utama segala gerak anggota lahir. Dan setiap gerak
anggota lahir adalah gambaran realistis dari isi hati. Karena semua anggota yang
bergerak mesti dapat instruksi dari hati.
Pada alinea pertama kalam hikmah di atas, Ibnu Athaillah menyerupakan hati dengan
cermin. Seperti apa aspek persamaannya? Coba amati, jika kamu menghadapkan cermin
ke dalam sumur yang gelap, maka permukaan cermin itu pasti gelap pula. Dan jika
kamu menghadapkan cermin pada arah sinar matahari, maka ia akan berkilau
seperti kilauan matahari tersebut.
Begitu juga dengan hati. Ia merupakan cermin riil sebagai
gambaran dari haliah pemilik hati itu. Logikanya, jika manusia menghadapkan
diri pada lingkup gelap seperti selalu mengutamakan urusan dunia. sehingga
angan-angannya penuh dengan hal-hal duniawi. Maka hatinya pasti akan jauh dari
upaya dzikir kepada Allah, apalagi sampai menumbuhkan rasa cinta kepadaNya.
Contoh, seorang pebisnis yang sepanjang waktu, hanya selalu
memikirkan sirkulasi keuangan dan putaran komuditas yang dibuat bisnis. Atau
seorng pejabat, yang dalam kesehariannya hanya sibuk dengan memikirkan kesejahteraan
diri atau kepentingan pribadinya. Tanpa menghiraukan hak-haknya kepada Allah,
seperti shalat, zakat, puasa dan kewajiban-kewajiban yang lain. Pada kondisi seperti
ini, bagaimana mungkin hatinya bisa cerah? sedangkan di dalamnya terpenuhi dengan
urusan kepentingan dunia yang gelap.
Bagaimana mungkin akan tumbuh dalam lubuk hatinya rasa
cinta, ta’dzim dan khauf kepada sang Khaliq?
Tentu sangat imposibel. Karena kedua hal di atas saling berlawanan, jika
salah satunya sudah menempati hati, maka yang lain pasti tidak ada. Ingat! Hal yang
berlawanan tidak mungkin berkumpul dalam 1 tempat. Jika ada cahaya pasti tidak
akan ada kegelapan dan begitu juga sebaliknya.
Sangat cocok sekali dengan kalam hikmah; “Bagaimana akan
terang hati seseorang yang eksistensi dunia tergambar jelas dalam cermin
hatinya?” Hati yang gelap yang dipenuhi penyakit , tidak mungkin ada ruang untuk
menumbuhkn benih-benih cinta yang dapat mendorongnya taat akan perintah Allah. Rasa
khauf yang dapat menghalangi dari meninggalkan maksiat kepadaNya, serta rasa
ta’dzim yang dapat menentramkan berada di jalanNya.
Jika hati sudah
tertutupi oleh gemerlap awan kemaksiatan, maka titik hitam di dasar hati akan
terus menumpuk secara kontinu. Apabila ada orang tanya; Apakah tidak mungkin dalam
hatinya terbersit akan kebesaran sifat-sifat Allah yang menjadi ganti dari
kondisi gemerlap tadi?
Jawabannya, terdapat dalam kalam hikmah berikut; “Bagaimana ia akan menuju Allah, padahal ia
sedang terbelenggu dalam kungkungan syahawatnya?” Artinya, andaikan hatinya
tidak terbelenggu oleh kungkungan syahwatnya, nscaya ia akan segera menghadap kepada
Allah dan mencari ridhaNya.
Jadi kalam hikmah
kedua ini, secara otomatis memberikan jawaban terhadap musykilat yang ada pada
bagian pertama, yang telah terurai di atas. Coba dikorelasikan dengan kalam
hikmah sebelumnya, yaitu "Bagaimana mungkin hati seseorang bercahaya, jika
sudah terpenuhi dengan penyakit duniawi" yang penyebabnya ia sedang
terbelenggu dalam tawanan syahwat dan hawa nafsunya. Hati seperti ini sulit sekali
diisi dzikir dan sesamanya. Kalau sudah seperti itu kondisinya, bagaimana cara
mengobati penyakit hati yang sudah lama bersemi dalam akarnya? Bisakah dibawa
ke dokter spesialis? Tentu tidak bisa, karena ini penyakit abstrak yang cara
penyembuhannya pake trik-trik tertentu.
Andai gambaran penyakit yang menetap pada hati ini, seperti
model gambar-gambar/ukiran-ukiran yang menempel di kertas atau di gedung-gedung,
tentu mudah untuk menghapusnya. Namun kenyataannya memang tidak seperti itu, maka
sangat penting memahami cara menghilangkannya. Ingatlah! Bahwa dunia tidaklah terpatri dalam lubuk hatimu, kecuali dengan
sebab kobaran syahwat yang memperbudak dan membelenggumu. Dialah yang
melemparmu ke dalam jurang kegelapan dan melalaikanmu dari tafakkur akan
kebesaran sifat-sifat Tuhan Sang Pencipta.
Obat untuk menghapusnya, supaya berubah jadi hamba yang selalu
tafakkur terhadap keagungan, kebesaran dan keindahan sifat-sifatNya adalah
usaha mengarahkan rasa cinta (mahabbah)
terhadap Dzat yang untung dan celakamu berada dikekuasaanNya. Namun,
bagaimana caranya untuk membebaskan diri kita dari belanggu kungkungan syahwat
dan hawa nafsu yang selalu menawan kita?
Ini terjawab dengan kalam hikmah “Bagaimana mungkin ia berharap msuk ke hadhirat Allah, sedangkan ia
belum suci dari kelalaiannya?” Jadi, inti permasalahannya adalah
“kelalaianmu dari Allah”, yang segala macam urusan dan permasalahan ada pada
kekuasaan-Nya. Jika sudah diketahui bahwa akar masalahnya adalah kelalaian terahadp
Allah, maka kamu harus berusaha dengan serius untuk mengusirnya. Karena apabila
kamu sudah bebas dari kelalaian, otomatis hatimu akan selalu menghadp kepada
Dzat yang Maha Menguasai dan Mengendalikan.
Yang pada esensinya syahwatmu ada pada kekuasaaNya, nikmat-nikmat
yang kau terima adalah pemberianNya dan keberuntunganmu adalah anugrah-Nya.
Apabila kondisimu sudah bersih dari kelalaian, kau akan bebas dari tawanan
syahwat yang selalu mengungkungmu. Dan mulai itu, akan sirna gambaran dunia
dari pelataran hatimu. Sehingga dengan bertahap, papan hatimu akan terganti dengan
ukiran sifat-sifat Dzat yang Maha Menguasai Alam semesta dan seisinya.
Akan tetapi, kira-kira apa sesuatu yang dapat membantumu
bebas dari kelalaian yang menyungkurkanmu jatuh ke dalam jurang tawanan
syahwat? Solusinya tidak lain, kecuali selalu
berupaya untuk menjauhi perbuatan-perbuatan dosa dan segala macam kekeliruan
dan keluputan.
Inilah yang dimaksud; “Bagaimana
ia bisa berharap akan mengerti rahasia yang mendalam, sedangkan ia belum bertaubat
dari kesalahan-kesalahannya?" Jadi
jelas bahwa banyaknya keteledoran menjadi sebab terjadinya kelalaian, tenggelam
dalam kelalaian menjadi faktor menyerah terhadap syahwat dan menyerah terhadap
kungkungan syahwat, menjadi sebab eksistensi papan hati didominasi oleh gambar-gambar
dunia yang gelap gulita.
Dari itu yang harus jadi prioritas adalah menjauhi segala maksiat sekuat tenaga serta
mensucikan dirinya dari kesalahan dan keluputan. Dan jika suatu saat terpeleset pada kemaksiatan,
maka bersegeralah untuk mensucikannya dengan bertaubat dan niat untuk tidak
mengulangi lagi. Karena orang yang bertaubat dari dosa-dosanya dengan benar
(tabatan nashuha), ia seprti orang yang tak memiliki dosa sama sekali.
Nah, jika manusia sudah bebas dari penyakit-penyakit di atas
dan konsisten dalam ketaatan. Maka hatinya sadar bahwa dia dalam pengawasan
Allah. Kalau sudah merasa selalu ada dalam pengawasan-Nya, berarti ia sedang
berkelana menuju hadhirat Allah hingga ada pada maqam ihsan.
Menyembah Allah, seakan-akan ia melihatNya. Jika ia tidak
melihatNya, sesungguhnya Allah maha melihatnya. Ketika ia tetap pada tingkatan
ini, maka dunia akan hilang dari papan hatinya, diganti oleh sifat-sifat Allah yang
Maha agung. Akhirnya ia menjadi hamba yang dekat dengan rahmat-Nya, mendapat
maunah dalam segala urusannya dan dihujani berkah dalam segala ahwalnya.
Seperti inilah hakikat kehambaan yang sebenarnya. Semoga
kita termsuk orang yang bisa dekat dengan-Nya. Amin.
----------------------------------------------------------------
Dalam terjemahnya, Ustadz Salim Bahreisy ra mensyarah sebagai
berikut:
Berkumpulnya dua hal yang berlawanan dalam satu tempat dan
masa adalah mustahil, sebagaimana berkumpulnya antara diam dengan gerak, antara
terang dan gelap. Demikian pula nur iman berlawanan dengan kegelapan yang
ditimbulkan karena selalu berharap/bersandar kepada selain Allah. Begitu pun
bersuluk/berjalan menuju Allah juga harus bebas dari belenggu hawa nafsu dan
syahwat supaya sampai kepada Allah.
Allah berfirman:
“..Bertakwalah kepada
Allah, dan Allah yang akan mengajarkan ilmu kepadamu..” (QS.
Al-Baqarah[2]:282)
Dan Rasulullah saw bersabda:
“Barangsiapa
mengamalkan ilmu yang telah dia ketahui, maka Allah akan mewariskan kepadanya
ilmu yang belum dia ketahui.”
Suatu saat, Ahmad bin Hambal ra. bertemu dengan Ahmad bin
Abil-Hawari, berkata Ahmad bin Hambal ra.: Ceritakanlah kepada kami apa-apa
yang pernah kau dapatkan dari gurumu Abu Sulaiman ra.
Ibnu Abil-Hawari menjawab: Bacalah Subhanallah tetapi tanpa
disertai rasa kekaguman. Setelah Ahmad bin Hambal membaca “Subhanallah” maka
berkata Ibnu Abil-Hawari:
“Aku telah mendengar Abu Sulaiman ra. berkata: “Apabila
qalb(hati) manusia benar-benar berjanji akan meninggalkan semua dosa, niscaya
akan terbang ke alam malakut, kemudian kembali dengan membawa berbagai ilmu
hikmah dengan tanpa berhajat pada guru.”
Ahmad bin Hambal ra setelah mendengar keterangan itu
langsung berdiri dan duduk di tempatnya sampai tiga kali, lalu berkata: ‘Belum
pernah aku mendengar keterangan seperti ini sejak aku masuk Islam. Beliau
sungguh merasa puas dan sangat gembira menerima keterangan itu, lalu beliau
membaca hadits Rasulullah saw tentang ilmu seperti di atas.
Sedangkan Syarah Syeikh Fadhlala Haeri dalam terjemahnya:
Qalb laksana cermin, yang memantulkan apa yang dihadapi dan
diinginkannya. Cermin ini tertarik pada apa-apa yang diinginkannya dan menolak
apa-apa yang ingin dihindarinya. Bila qalb yang ikhlas menghadap pada Nur
Ilahi, maka ia memantulkan kebenaran yang mendalam, namun bila qalb menghadap
pada dunia yang penuh perubahan dan perselisihan, maka ia akan memantulkan
godaan-godaan dan realitas yang fana.
Qalb tidak bisa tercerahkan oleh penglihatan batin
spiritual, jika ia tertutup dan ternoda oleh cinta-dunia, nafsu dan keinginan.
Qalb harus dipersembahkan semata-mata untuk tujuan awalnya, yaitu jalan tauhid
yang absolut. Allahu Ahad.
Wassalamualaikum wr.wb
Referensi :
http://chirpstory.com/li/238084
https://alhikam2012.wordpress.com/2012/07/07/terjemah-al-hikam-karya-syaikh-ibnu-aththoillah-oleh-ustadz-salim-bahreisy-hikmah-no-13/
http://chirpstory.com/li/238084
https://alhikam2012.wordpress.com/2012/07/07/terjemah-al-hikam-karya-syaikh-ibnu-aththoillah-oleh-ustadz-salim-bahreisy-hikmah-no-13/
Terima kasih telah membaca artikel Terjemah Al Hikam 13 - Bagaimana akan terang hati seseorang yang gambar dunia terbayang jelas dalam cermin hatinya?, diijinkan untuk menyalin semua yang ada di wastripedia, untuk disebarluaskan.