Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamualaikum wr. wb
“Pangkal segala maksiat, kelalaian dan syahwat adalah ridha terhadap nafsu. Dan pangkal dari segala ketaatan, kewaspadaan dan kesucian adalah engkau tidak ridha terhadap hawa nafsu. Bersahabat dengan orang jahil yang tidak memperturutkan hawa nafsunya lebih baik bagimu daripada bersahabat dengan orang alim yang tunduk pada hawa nafsunya. Ilmu macam apa yang disandang si alim yang tunduk pada hawa nafsunya itu? Sebaliknya, kejahilan apa yang dapat disandangkan pada orang jahil yang tidak memperturutkan hawa nafsunya?”
Intinya, untuk meraih ridha Allah haruslah tak menuruti hawa
nafsu, sebaliknya, orang yang menuruti hawa nafsunya, akan peroleh murka dari
Allah. Hal itu tentu sudah jelas. Yang perlu kita perjelas sekarang adalah,
apakah yang dimaksud "nafsu" itu?
Yang dimaksud "nafsu" adalah watak hewani yang ada
dalam diri manusia, pendorong bagi keinginan-keinginannya. Makna
"nafsu" inilah yang dimaksud dalam semisal ayat al-Quran berikut QS. 12 : 53
“Dan aku tidak
membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu
menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.
Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.”
Jadi yang dimaksud "nafsu" di sini adalah insting,
watak, dorongan, dan tabiat yang dimiliki manusia dan seluruh hewan, penjelasan
di atas telah gamblang, seperti telah dibahas pada bab sebelumnya. Kini, mari
kita bertanya tentang hal-hal berikut:
[a] apa landasan Ibnu Athaillah bilang bahwa pangkal
maksiat, kelalaian dan syahwat itu menuruti nafsu? dan apa pula landasan bahwa
taat bersumber dari ketidakrelaan / tidak menuruti nafsu?
[b] apa sebab menuruti hawa nafsu jadi pangkal maksiat, dan
tak menuruti nafsu jadi pangkal taat?
[c] bagaimana cara agar orang Islam tidak menuruti nafsunya,
hingga bisa meraih ridha Allah?
Jawaban untuk pertanyaan
[a], landasan Ibnu Athaillah adalah ayat berikut QS.04:49
”Apakah kamu tidak
memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih?. Sebenarnya Allah
membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya dan mereka tidak aniaya sedikitpun.“
Dan diperkuat dengann ayat berikut ~QS.53:32
“(Yaitu) orang-orang
yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari
kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu maha luas ampunan-Nya. Dan Dia
lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan
ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; maka janganlah kamu mengatakan
dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.”
Jawaban untuk pertanyaan poin [b], tentang sebab menuruti
hawa nafsu jadi pangkal maksiat, adalah sebagai berikut:
Bahwa nafsu, seperti kita tahu, adalah potensi hewani yang
terletak di dalam masing-masing diri kita, coba perhatikan ayat berikut
~QS.03:14
“Dijadikan indah pada
(pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).”
Artinya, Allah menciptakan nafsu itu dalam diri tiap
manusia, jika manusia berhasil melawan nafsunya, tak menuruti nafsunya, maka ia
akan dimudahkan untuk taat pada Allah. Sebaliknya, jika manusia justru terlena
dengann nafsu yang memang mewatak dalam dirinya, pasti ia akan jatuh pada
kemaksiatan. Itu sebabnya mengapa para nabi, para wali, para ulama, semua
berusaha melawan nafsu dalam diri mereka
Selanjutnya, berikut jawaban dari poin [c]: bagamana cara
agar kita tak menuruti hawa nafsu? Jawabannya adalah, bahwa Allah telah
menyediakan obat untuk tiap penyakit yang diciptakanNya. Tadi telah dijelaskan,
bahwa manusia telah diwatak untuk senang menuruti hawa nafsunya. Itu sebabnya
manusia lemah di hadapan nafsunya sendiri, cenderung mengikuti nafsunya.
Al-Quran menjelaskan watak manusia yang lemah dan tak punya
daya kekuatan apa-apa, sebagai berikut ~QS.04:28
“ Allah hendak
memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.”
Nah, jika manusia tahu bahwa dirinya lemah untuk melawan
kekuatan nafsu yang terpendam dalam dirinya. Maka manusia yang menyadari
sepenuhnya akan hal ini, tentu ia tak akan bersikap sombong dan ujub.
Sebaliknya, ia akan selalu bersikap rendah di hadapan Allah, memohon kepada-Nya
untuk diselamatkan dari nafsu yang buruk, dengan bersikap sedemikian, maka ia
akan menjadi hamba Allah yang sejati. Tidak jadi hamba nafsunya.
Nah, jika menuruti nafsu itu asas kemaksiatan, jadi apa
bagusnya orang berilmu yang tenggelam dalam nafsunya? Itu sebabnya kenapa Ibnu
Athaillah mewarning kita agar menghindari orang berilmu yang seperti itu.
Bahaya!
Sebaliknya, apa buruknya kebodohan yang disertai kewaspadaan
dan usaha tak menuruti hawa nafsunya? Berteman dengan orang tipe ini tentu
sangat bermanfaat bagi kita, bisa bimbing kita untuk takqwa kepada Allah.
Assalamualaikum wr.wb
Referensi :
http://chirpstory.com/li/241676
Terima kasih telah membaca artikel Al Hikam 35 - Pangkal Segala Maksiat, Kelalaian Dan Syahwat Adalah Ridha Terhadap Nafsu, diijinkan untuk menyalin semua yang ada di wastripedia, untuk disebarluaskan.