Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamualaikum wr. wb
“Terbukanya mata hati memperlihatkan dekatnya Allah kepadamu. Penyaksian mata hati memperlihatkan ketiadaanmu di samping wujud Allah. Penyaksian hakiki mata hati menunjukkan kepadamu hanya Allah yang wujud. Bukan ketiadaanmu, bukan pula wujudmu.”
Hikmah 36 ini menjelaskan tingkatan hamba di dalam proses
wusul kepada Allah melalui nur-nur anugerah dari-Nya.
Tingkat pertama dan ini yang paling rendah adalah hamba yang
memiliki شعاع البصيرة. Kedua, عين البصيرة. Ketiga dan ini yang paling tinggi, حق البصيرة
Yang dimaksud dengan yang pertama adalah cahaya akal.
Artinya, hamba dapat mengetahui eksistensi Allah berkat bantuan akalnya. Dalam
mengetahui Allah akal ini tak bisa berdiri sendiri. Ia butuh bantuan ilmu. Ilmu
dan akal adalah saling berkelindan, tak bisa dipisahkan. Akal akan semakin kuat
di dalam proses mengenal Allah apabila disertai sokongan ilmu yang mendalam. Begitu
juga, ilmu ini akan semakin tajam apabila disertai akal yang mengasahnya tiap
hari. Keduanya tak bisa dipisahkan.
Kita akan yakin bahwa Allah itu ada apabila disertai dengan
nalar akal sehat yang dibentengi ilmu yang kuat. Peranan akal dan ilmu tak
hanya dibutuhkan di dalam mengetahui eksistensi Allah, tapi juga dalam semua
aspek kehidupan yang lain. Ayat yang menegaskan pentingnya ilmu pengetahuan:
“Dan
perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya
kecuali orang-orang yang berilmu.” QS. Al-Ankabuut 29:43
Ayat mewarning mengikuti sesuatu tanpa berdasarkan dalil
ilmu:
“Dan janganlah kamu
mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” QS. Al Isra 17:36
Ayat yang memotivasi
manusia agar menggunakan akalnya dalam segala hal:
“Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang
berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah
turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah
mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan
pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh
(terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang
memikirkan.” QS. Al Baqarah 2:164
Ancaman bagi yang tak menggunakan akal di dalam mencari
kebenaran:
“Dan sesungguhnya Kami
jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka
mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah)
dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat
(tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang
ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” QS.
Al A’raaf 7:179
Ketika kita bisa menggunakan cahaya akal di dalam mengetahui
Allah, akibatnya adalah kita akan merasa Allah semakin dekat dengan kita. Sebab
ilmu dan akal kita jadi tahu bahwa Allah itu bersifat esa. Tidak beranak dan
tak pula diperanakkan.
Ketika keyakinan ini semaki kuat, maka kita akan terus
termotivasi tuk berbuat taat dan meninggalkan maksiat, karena Allah pasti
melihat. Model pertama di dalam proses mengenal dan meyakini Allah ini
dinamakan proses ilmiah. Proses yang dilalui melaui akal dan ilmu pengetahuan.
Model hamba yang kedua adalah hamba yang sampai kepada Allah
melalui عين البصيرة Apa maksudnya? Untuk
menjelaskannya kita urut dari awal dulu. Karena tingkatan kedua di dalam
mengenal Allah ini adalah lanjutan darii proses yang pertama tadi. Tadi disebuntukan,
ketika hamba sudah mengenal dan meyakini Allah melalui jalur akal dan ilmu,
otomatis dia semakin dekat dengan-Nya. Dia selalu berusaha berada dalam kondisi
taat dan tak maksiat. Lambat laun, adalah kebiasaan ini bertahan terus akan
jadi karakter. Sehingga dia akan menemukan kepuasan, kenikmatan dan kedamaian
bersama Allah yang telah diyakininya itu. Dalam kondisi seperti ini, dia akan
syuhud/menyaksikan Allah. Sehingga menganggap dirinya fana, lebur dalam
keagungan Allah.
Dia sudah tak membutuhkan lagi nalar-nalar akal untuk
mengetahui Alllah, seperti yang dialaminya saat berada dalam posisi شعاع البصيرة. Bagi dia akal sudah bukan instrument
penting lagi. Karena dia lebih banyak merasakan dengan hati dan tenggelam dalam
kenikmatan bersama-Nya. Dulu akal dibutuhkan tuk menepis keraguan dan syubhat
terhadap Allah. Sedangkan dalam kondisi عين
البصيرةitu tidak
dibutuhkan lagi.
Perbedaan hamba di tingkat kedua ini dibanding dengan yang
pertama adalah saat ini dia sudah menyaksikan Allah berkat istikamah dalam
ketaatan. Sedangkan yang pertama dia yakin kepada Allah berkat analisa melalui
media akal dan ilmu. Atau dengan kata lain, yang pertama melalui proses ilmiah يقين علمي. Yang kedua melalui proses amaliyah شهود عملي
Karenanya, hamba yang berada di pangkat kedua ini tak
melihat entitas apapun di dunia ini, kecuali mengantarkannya semakin yakin pada
Allah. Ketika melihat bintang, langit, hewan, dan apapun saja, dia otomatis
melihat keagungan Allah di balik semua yang dilihat itu. Yang perlu diingat,
pangkat kedua ini tak akan didapat apabila tidak melalui proses yang pertama
dulu, yakni akal dan ilmu. Karena itu hamba model kedua ini menganagap dirinya
tak ada, bukan tak ada secara fisik, tapi dia tak memiliki daya apapun di dalam
proses menjalani hidup, kecual berkat pertolongan Allah.
Terakhir dan ini merupakan tingkatan tertinggi, yaitu حق البصيرة Orang-orang di tingkat ini memandang Allah
dengan hakikat pandang yang sebenar-benarnya. Hamba yang ada pada tingkatan ini
adalah yang paling tinggi levelnya, sebab dalam pandangan mereka yang ada hanya
Allah. Segala hakikat dunia dan segala isinya tampak tak nyata bagi mereka.
Bahkan diri mereka sekalipun. Semua hanyalah bayang-bayang fatamorangana. Dikatakan
paling tinggi, sebab orang-orang di tingkatan ini merasa seakan-akan berpindah
tempat: dari tingkatan kedua menuju tingkat ketiga.
Jika orang-orang di tingakatan kedua tadi merasa dirinya
hilang (fana’), maka ditingkatan ini mereka akan dipaksa ada (baqa’). Diri
mereka yang hilang harus kembali lagi, sebab akan bertemu dan menyaksikan Allah
secara langsung. Bahwa Allah hadir begitu dekat. Mereka tak akan pernah menoleh
sedikit pun pada selain Allah. Keindahan isi bumi, langit dan segala hal selain
Allah hanya nisbi belaka. Jika suatu ketika mereka berinteraksi dengan orang-orang
atau alam di sekitarnya, maka itu adalah nur ilahi yang meng-hegemoni tubuh
mereka. Tubuh mereka tak bisa dikendalikan sendiri, seakan-akan pikiran dan
tubuh sudah tak sinkron. Nur ilahi telah mengalahkan kekuatan akalnya.
Mungkin hal macam inilah yang dialami orang-orang seperti
al-Hallaj hingga ia berkata “Tak ada seorang pun dalam jubbahku kecuali Allah,”
ما في الجُبَّة إلاّ
اللّه Orang-orang seperti
ini sebenarnya yakin jika keberadaan alam ini nyata, tapi mereka merasa dirinya
hilang dari kenyataan alam ini.
Inilah cara pandang tingkat tinggi. Cara pandang yang
dialami secara nyata oleh para Rasul, Nabi, Wali, para rabbani dan shiddiqun.
Demikian hikmah 36. Semoga bermanfaat dan membuat kita
semangat merengkuh anugrah dari-Nya. Amin ya Rabbal Alamin.
Assalamualaikum wr.wb
Sumber :
http://chirpstory.com/li/241793
Terima kasih telah membaca artikel Al Hikam 36 - Terbukanya Mata Hati Memperlihatkan Dekatnya Allah Kepadamu, diijinkan untuk menyalin semua yang ada di wastripedia, untuk disebarluaskan.