Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamualaikum wr. wb
"Allah ada, dan tiada sesuatu besertaNya. Dia kini adalah tetap sebagaimana adanya"
Ada dua bagian yang ingin dipertegas dalam hikmah ini,
a) "Allah ada, dan tiada sesuatu besertaNya.
b) "Dia kini tetap sebagaimana adanya".
Bagian [a] merupakan kutipan Hadis Nabi sinergi dengan 2
Hadis lain yaitu:
1" كان الله تبارك
وتعالى قبل كل شيء" "Allah ada
sebelum segala sesuatu ada"
2"كان الله ولم
يكن شيء قبله" "Allah ada
dan segala sesuatu tidak ada sebelum Allah ada"
Jadi jika mindset "Allah ada dan tiada sesuatu
selainNya" telah terpatri di hati kita, berarti tak ada segala sesuatu
sebelum Allah ada. Kemudian bagian [a] hikmah ini tak lain adalah perpanjangan
makna QS (Ar-Ro'du):16 dan (Az-Zumar):62 "Allah menciptakan segala
sesuatu".
Katakanlah:
"Siapakah Tuhan langit dan bumi?" Jawabnya: "Allah".
Katakanlah: "Maka patutkah kamu mengambil pelindung-pelindungmu dari
selain Allah, padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak (pula)
kemudharatan bagi diri mereka sendiri?". Katakanlah: "Adakah sama
orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita dan terang
benderang; apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat
menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut
pandangan mereka?" Katakanlah: "Allah adalah Pencipta segala sesuatu
dan Dialah Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa". QS Ar-Ra’d :16
Allah menciptakan
segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu. QS Az-Zumar :62
Para pakar teologi Islam telah memberikan bukti ilmiah bahwa
segala sesuatu selain Allah adalah baru dan pasti ada yang menciptakan. Sehingga
bisa dipastikan bagian [a] hikmah ini adalah pengukuhan sekaligus penyegaran
pokok-pokok akidah Islam yang telah kita ketahui bersama. Maka, rasanya tak
perlu panjang lebar menjelaskan hal itu, karena Al-Buthi telah membukukan dalam
karya lain berjudul كبرى اليقينيات. Sedang pada bagian [b] "Dia kini adalah
tetap sebagaimana adanya", merupakan preface/pembuka dari bagian [a].
Yaitu, sebagaimana sejak zaman dahulu tiada sesuatu yang menyertai Allah, maka
begitu juga kini dan esok hari tidak ada sesuatu selainNya.
Bagaimana bisa sesuatu selain Allah dikatakan tidak ada,
padahal kita menyaksikan dengan mata telanjang pada bumi, langit dan segala
panorama? Maka sekali-kali kita jangan terjebak dalam pertanyaan dangkal
semacam itu, sebab hal ini bagian kejahilan yang nyata dalam beragama. Namun
menanggapi pertanyaan tersebut tidak boleh dengan menjahil-jahilkan orang yang
bertanya, apalagi sampai mengkafir-kafirkan. No! Sebab yang diharapkan adalah
terjalin kesepahaman yang integral tanpa bertujuan mengorang lain kan
(othering) kelompok lain yang tidak sepaham. Bahwa langit dsb. bisa dikatakan
ada bersama Allah, jika kepada balita yang untuk berdiri butuh memegang erat
tangan ayahnya, anda berkata: "Anak tersebut berada dalam sifat berdiri yang
sama dengan sifat berdiri ayahnya.", padahal masih membutuhkan pegangan
erat sang ayah.
Demikian ini perlu direnungi ulang sebelum kita menarik
suatu kesimpulan; "wujud alam semesta menyertai wujud Allah." Begitulah alam semesta (baca: selain Allah),
wujudnya tidak lepas dari otoritas Allah, yang ketika diwujudkan, kapan saja
bisa dimusnahkan. Allah menganugerahi alam untuk wujud dan senantiasa bersama
anugerah tersebut, sepanjang wujudnya. Jika anugerah ini hilang, hilanglah
alam. Sifat butuh (dependen) pada anugerah inilah yang menyebabkan alam beserta
isinya tidak bisa dibilang wujud sejajar dan menyertai Allah. Ini sesuai dengan
apresiasi Rasulullah atas gubahan syair Labid, Penyair Muslim di periode awal
Islam, Bahwa segala sesuatu selain Allah dianggap dan tidak ada. Hal ini bisa
nyata ketika Allah melepas genggaman (tidak menahan) alam semesta sesuai QS.
Al-Fathir: 41. Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jgn
lenyap;" Jika Allah melepas,
apakah keduanya tidak lenyap?
Kemudian adakah nilai-nilai tarbiyah yang ingin diselipkan
oleh Al-Buthi dalam hikmah 37 ini? Ruh pendidikan yang ingin dihembuskan kepada
setiap muslim adalah meletakkan sifat ketuhanan dalam ruang pribadi hanya milik
Allah. Sehingga kita tidak berharap kebaikan apapun melainkan hanya kepada
Allah, serta tidak khawatir pada bahaya apapun selain datangnya dari Allah. Nilai
tarbiyah selanjutnya adalah agar kita tidak menjadikan semesta alam penghalang dan
yang menyita kesibukan diri untuk intim bersamaNya.
Maka keesaan Allah tidak melebur ke dalam relung hati setiap
muslim, kecuali bila ia memahami apa yang dinaksudkan Al-Buthi dalam hikmah
ini. Bahwa tidak satupun yang menyertai Allah dalam wujud baik kini, kemarin
atau esok hari. Kemudian ia mengamalkan nilai-nilai tarbiyah di hikmah ini. Tentu
berbeda antara wujud menyertai Allah sebagai hal yang maustahil dengan wujud
karena Allah yang sesuai dengan hakikat alam semesta. Demikian Hikmah 37,
semoga makin memperkuat dinding keimanan dalam mentauhidkan Allah.
Assalamualaikum wr.wb
Referensi :
http://chirpstory.com/li/241920
Terima kasih telah membaca artikel Al Hikam 37 - Allah ada, dan tiada sesuatu besertaNya, diijinkan untuk menyalin semua yang ada di wastripedia, untuk disebarluaskan.