Mas Sehat | Blog Tentang Kesehatan | Mas Sehat ~ Blog Tentang Kesehatan | www.mas-sehat.com

Recent Comments

Terjemah Al Hikam – Hikmah 9 - Beraneka Jenis Amal, Karena Bermacam-macamnya Anugrah Allah kepada hamba-Nya

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Assalamualaikum ww. wb    

“Beraneka warna jenis amal, itu karena bermacam-macamnya anugrah (waarid) Allah kepada hamba-hamba-Nya.”


Ustadz Salim Bahreisy ra. mensyarah dalam terjemahnya halaman 21 sebagai berikut:
Karena itu tiap orang shalih yang menuju ke suatu maqam (tingkat) harus mengerti dalam ibadah yang mana ia merasakan nikmat ibadah tersebut, karena di situlah ‘terbuka’ qalbunya. Apakah dalam shalat, atau shaum, atau ibadah yang lainnya.

Syaikh Fadhalla Hairi ra. dalam terjemahnya halaman 9 mengomentari:
“Suatu perbuatan yang timbul dari hati yang suci dan merdeka tidak sama dengan perbuatan yang termotivasi oleh keinginan-keinginan, ketakutan-ketakutan, dan ambisi-ambisi pribadi. Hasil dari perbuatan juga berbeda-beda sesuai dengan niat dan keadaan hati kita. Perbuatan adalah gerakan lahir dari apa yang ada dalam hati dan tergantung pada keadaannya. Jadi, seluruh kondisi dan pengalaman eksistensial merefleksikan keadaan hati yang sebenarnya.”

Di kalam hikmah ini al-Buthi menegaskan, bahwa kondisi yang sedang dialami seorang dapat memotivasi lahirnya berbagai macam amal. Apa yang dimaksud dengan kondisi (ahwal)? al-Buthi menjelaskan; yang dimaksud dengan kondisi adalah kondisi hati dan kondisi masyarakat.

Kita bahas Kondisi masyarakat terlebih dulu. Maksud dari kondisi ini adalah interaksi seseorang dengan segala hal yang diluar dirinya. Bahwa seorang hamba memiliki tugas lain diluar kewajiban dirinya kepada Allah, semisal shalat, puasa, dll. Tugas lain selain tugas dirinya kpda Allah itu seperti tugasnya pada keluarga, masyarakat luas dan lingkungannya.

Contoh - Jika ia seorang yang berkeluarga, maka ia punya kewajiban menanggung sgala biaya hidup istri dan anak-anaknya. Jika ia karyawan, maka tugas-tugas yang dibebankan kepadanya harus segera dituntaskan, sesuai deadline.

Jika ia guru, maka tugas di luar tugas dirinya kepada Allah adalah mendidik murid-muridnya agar menjadi orang yang berilmu. Di balik tugas yang beragam itu, terdapat nilai positif yang berpahala plus Allah tidak membebani hamba dengan tugas diluar kemampuan. Lalu apa hikmah Allah menakdirkan tugas yang beragam itu? Disamping juga mengikat dengan ibadah-ibadah wajib yang lain? Jawabannya adalah tugas yang bergam itu tidak akan sia-sia, karena Allah akan mengganjarnya dengan posisi yang mulia di sisi Allah. Dengan syarat niat tulus.

Contoh mudahnya begini, orang yang sudah menikah akan dibebani kewajibn pada keluarga. Kewajiban pada keluarga ini juga ibadah. Duduk bercengkrama dengan keluarga di waktu senggang juga ibadah yang tak tergantikan. Bekerja mencari nafkah ke pasar juga ibadah.

Karyawan di kantor harus menggunakan waktunya sebaik mungkin. Sebab jika lalai berarti dia telah bermaksiat. Melakukan aktifitas yang tidak penting pada jam kerja, sama halnya dengan membuang-buang waktu. Bahkan, meski aktifitas sunah sekalipun.

Baca al-Quran/Hadis saat jam kerja adalah pekerjaan yang keliru. Sebab, waktu yang ada ternyata tak digunakan pda hak-haknya. Sebab, tiap waktu itu punya hak. Bukan hanya hak pada Allah tapi juga hak pada masyarakat umum, hak umum ini apabila dilalaikan juga dosa. Kita mesti sadar kalau ibadah kita pada Allah juga digantungkan pada kewajiban-kewajiban sosial kita.

Tugas memakmurkan rakyat bagi pemimpin sama pentingnya dengan beribadah wajib kita pada Allah. Intinya, semua potensi yang dimiliki manusia telah dibagi-bagi sesuai dengan kemampuan dan posisinya. Ini semua bernilai ibadah.

Jangan anggap tukang parkir, tukang sapu, karyawan, sopir, pekerjaannya itu tidak bernilai ibadah. Semuanya bernilai ibadah. Sebab, hak dari tugas seorang itu bukan hanya pada Allah, tapi juga pada masyarakat umum. Ini yang diistilahkan dengan Ahwal Ijtimaiyah.

Dari ini kita jadi paham, bahwa kewajiban yang ditetapkan Allah berbanding lurus dengan tugas-tugas yang dibebankan masyarakat kepadanya. Inilah yang dimaksud kalam Ibnu Athaillah di atas, “Beragamnya jenis amal adalah karena berbagamnya ahwal (Kondisi2)"

Selanjutnya adalah apa yang dimaksud dengan kondisi hati? Adalah pekerjaan yang timbul dari hati yang dikontrol langsung oleh Allah. Pekerjaan yang timbul dari hati ini bukan kemauan sendiri, tapi Allah yang mengontrol. Hingga kadang ia melakukan hal-hal diluar nalar. Menghadapi hal yang demikian sikap yang harus kita dahulukan adalah “Husudz-dzan”. Penyebabnya tadi itu, bahwa Allah yang mengntrol.

Yang istimewa, setelah melanggar aturan, mereka malah makin takut kepada Allah. Merasa menyesal jika ingat pelanggarannya. Seperti kejadian aneh yang dilakukan Ma’ruf al-Karkhi. Suatu hari Ma’ruf melewati seorang petugas khusus minuman. Petugas itu bilang: “Semoga Allah mengasihi orang yang meminum air dariku,” Ma’ruf langsung saja minum air yang ditawarkan. Padahal saat itu ia sedang berpuasa. Seorang lalu menegor: “Kenapa engkau meminum air itu, padahal engaku sedang berpuasa?” Apa jawaban Ma’ruf? ia berkata: “Iya, aku memang sedang puasa. Tapi doanya lebih aku harapkan (daripada yang lain)”.

Ada yang luar biasa lagi dari Sari as-Saqathi. Konon, ia membaca istighfar selama 30 tahun karena Hamdalah yang diucapkan sekali. Berawal dari peristiwa selamatnya toko as-Saqathi dari lalapan api yang menghanguskan pasar besar. Tanpa sadar ia berucap Hamdalah. Lalu dimana letak kaitan “kondisi hati” dengan sampel yang kisah-kisah para tokoh Shalih tadi? Mari kita bahas lebih mandalam lagi.

Yang menjadikan Ma’ruf istimewa adalah keyakinan hatinya akan doa yang dipanjatkan petugas minuman tadi. Dengan meminum air yang ditawarkan kepadanya, ia berharap akan masuk dalam kelompok orang-orang yang dirahmati Allah. Kondisi inilah yang bikin Ma’ruf berani minum dan membatalkan puasa sunnahnya. Dalam konsep fiqh, kondisi semacam ini tdk fatal. Sebab dibidang ibadah, mayoritas hasil kajian Fuqaha berkonotasi Ijtihadi. Sama persis dengan Ijtihad yang dilakukan Makruf tadi.

Lebih aneh lagi yang dilakukan as-Saqathi tadi. Ia menerjemahkan Hamdalah yang diucapkan sebagai hal negatif. Ia merasa malu dan menyesal berucap Hamdalah, ditengah kegalauan saudara-saudaranya yang Muslim. Kondisi hati yang demikian inilah kemudian mendorong as-Saqathi meng-istighfari ucapan Hamdalah-nya sendiri.

Nah, disini sinkronnya kalam hikmah Ibnu Athaillah: “Beragamnya jenis amal adlh krna beragamnya kondisi hati”.
Setelah kita tahu maksud hikmah Ibnu Athaillah tadi, tidak akan ada kritik-kritik usil apalagi kata-kata kotor yang akan keluar dari kita. Sebab semuanya berjalan sesuai kendali Allah. Sebagaimana penjelasan dimuka, yang perlu kita dahulukan adalah "Husnudz-dzan".

Wassalamualaikum ww. wb

Sumber :

http://chirpstory.com/li/237168

https://alhikam2012.wordpress.com/2012/07/07/terjemah-al-hikam-karya-syaikh-ibnu-aththoillah-oleh-ustadz-salim-bahreisy-hikmah-no-9/



Terima kasih telah membaca artikel Terjemah Al Hikam – Hikmah 9 - Beraneka Jenis Amal, Karena Bermacam-macamnya Anugrah Allah kepada hamba-Nya, diijinkan untuk menyalin semua yang ada di wastripedia, untuk disebarluaskan.

Recent Posts :