Mas Sehat | Blog Tentang Kesehatan | Mas Sehat ~ Blog Tentang Kesehatan | www.mas-sehat.com

Recent Comments

Terjemah Al Hikam 18 - Menunda Amal Perbuatan Untuk Menunggu Kesempatan Yang Lebih Baik, Merupakan Tanda Kerasnya Hati

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamualaikum wr. wb   

 “Menunda amal perbuatan untuk menunggu kesempatan yang lebih baik, merupakan tanda kerasnya hati”


Kalam hikmah ini sebenarnya tak asing di telinga kita. Hanya saja saat keadaan itu betul-betul ada, banyak yang tak menyadarinya. Hal pertama yang harus dipahami adalah maksud kata “amal perbuatan” tadi, yang secara harfiah meliputi semua ragam amal manusia.

Disini Ibnu Athaillah tidak men-generalisir semua ragam aktifitas. Beliau hanya mengkhususkan pada aktivitas-aktivitas keagamaan saja. Maka dalam hal ini butuh studi dan penjelasan sedetail mungkin guna memahami serta sarana pengingat pada segenap publik nantinya.

Agar lebih mempermudah pembahasan, al-Buthi memulai dengan membuat semacam contoh.

Contoh 1: Ada seorang yang sedang getol menekuni bisnis dengan cara dagang. Ia selalu sibuk mengurusi bisnisnya sepanjang waktu hingga ia kurang memperhatikan kegiatan-kegiatan keagamaannya. Sering lalai dari perintah-perintah yang telah ditetapkan Allah sebelumnya. Kemudian seorang temannya mengingatkan. Tapi ia malah menghindar, seraya menyampaikan berbagai alasan yang bahkan tak masuk akal. Dia mungkin bilang begini : yang Anda tanyakan tadi sudah ada dalam plenning saya dan masuk dalam catatan agenda saya, namun bukan sekarang waktunya, tapi nanti jika saya telah sukses jadi pebisnis. Sekarang saya harus fokus pada bisnis dulu. Bila saya lewatkan kesempatan bisnis ini, saya takut tak ada lowongan bisnis lagi dikemudian hari.

Contoh 2: Seorang yang dilimpahkan harta yang banyak oleh Allah. Ia menjalani roda kehidupannya dengan penuh kemakmuran. Lantas seorang temannya menegur; andainya ia menyisakan sedikit harta buat orang-orang yang membutuhkan. Mungkinkah itu dilakukan? Dia mungkin jawab gini: yang Anda katakan tadi tidak benar. Saya tak pernah lupa kewajiban-kewajiban saya terhadap kaum fakir. Saya berjanji bila bisnis yang saya tekuni sukses dan terus berkembang, saya akan menyalurkan 20% keuntungan utk faqir-miskin, tapi jangan sekarang ya. Tunggu dulu sampai nanti bisnis saya sukses besar, baru saya akan merealisasikan rencana itu.

Dari dua contoh tadi, bagaimana seharusnya kita bersikap? Bagaimana pula menghadapi orang semacam ini?

Kita segarkan lagi hikmah tadi, “Menunda-nunda amal untuk menunggu kesempatan yang lebih baik, merupakan tanda kerasnya hati”.

Mengahadapi orang macam ini, kata al-Buthi, harus dengan otak dingin. Kecuali jika cara halus tak mempan, maka harus dengan sikap tegas. Sekarang mari kita dalami kalam hikmah ini dengan beberapa perenungan yang timbul dari hati lalu masuk ke hati pula.
Coba Anda tanyakan, apa yang membuatnya lalai dari perintah-perintah Allah? Tanyakan pula, lalu apa tujuan Allah melahirkannya ke dunia?  Awal mula mungkin ia bingung, atau memang tak punya jawaban! mari kita ajukan firman Allah berikut sebagai jawaban.

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. (QS 51:56-57)

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan. (QS 8:24)

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS 66:6)

Dalam QS 51:56-57, QS 8:24 dan QS 66:6, yang intinya; Allah mencipta seluruh makhluk hanya agar menyembah dan meng-esakan-Nya. Perintah wahyu ini harga mati dan tak bisa ditawar-tawar. Maka ia semestinya tahu, bahwa disamping harus menjalani hidup dengan benar, masih ada tuntutan-tuntutan Allah yang tak boleh diremehkan: yaitu beribadah, melaksanakan segala peritah dan menjauhi larangan-Nya.

Kenapa harus begitu? Sebab Allah telah menjamin rejeki seluruh makhluk-Nya seluas dan selebar-lebarnya. Lho, apa hubungannya tuntutan kewajiban-kewajiban Allah dengan rejeki yang diperoleh setiap hari? Jawabannya, tentu saja ada. Misalkan Anda duta besar raja, lalu diutus untuk mengendalikan sebuah wilayah. Tentu saja biaya hidupnya sudah ditanggung raja. Kebutuhan-kebutuhan primer berupa sandang dan pangan beserta hal-hal lain yang bisa menunjang kinerjanya, telah disediakan sepenuhnya oleh raja, tak lain agar ia selalu fokus pada aktifitas penting yang dibebankan raja kepadanya. Agar ia tak tolah-toleh mikir income hidup. Begitulah, perumpamaan kita hidup didunia. Sebenarnya Allah telah menggariskan semua kebutuhan kita sejak dahulu kala.

Begitu besar kasih sayang Allah kepada kita. Rejeki untuk diri dan keluarga kita telah disediakan berlimpah-limpah oleh Allah. Lalu, apakah kita masih akan menunda kewajiban-kewajiban yang ditetapkan Allah kepada kita? Patutkah kita terus mendurhakai Allah?

Baik, mari introspeksi diri dengan renungan berikut. Coba tanyakan ke hati kita,
Bisakah kita jamin nyawa ini sampai esok hari?
Mungkinkah terus-menerus kita fokus pada aktivitas bisnis, padahal maut selalu mengintai dibelakang kita?

Terlalu banyak contoh orang yang selama hidupnya begitu bersemangat, namun tiba-tiba harus terhenti gara-gara kecelakaan maut, misalnya!

Renungilah dalam-dalam kalimat tadi kawan. Allah Maha Perkasa. Al-Quran menyebut hal ini dalam QS 84:6. Coba direnungi...

Introspeksi kedua, bagaimana mungkin kita mengedepankan aktivitas bisnis atau hal-hal bersifat duniawi lainnya, seraya menunda kewajiban-kewajiban inti kita kepada Allah? Padahal rejeki kita telah ditanggung Allah, sering dimanja oleh Allah.
Tanyakan pada diri kita, buat apa semangat yang menggebu-gebu jika akhirnya hanya mengalahkan semangat yang lebih inti, yaitu ibadah.
Apa gunanya kaya bila itu membuat kita lupa kepada Allah, dzat yang memberi kita rejeki. Kita adalah makhluk hina didepan Allah.

Introspeksi ketiga, kita harus tahu bahwa setiap perintah dan larangan Allah pasti punya tujuan dan hikmah tertentu. Yaitu guna mendidik jiwa dan membersihkan hati dari kotoran-kotoran yang merusak. Hikmah-hikmah perintah Allah tadi beriringan dengan aktivitas kita.

Jangan coba-coba untuk membedakan perintah-perintah Allah dengan aktivitas duniawi, sebab itu akan buat kita merugi dikemudian hari. Umpamakanlah kita ini adalah seorang pelayan. Seorang pelayan harus bisa menyajikan menu-menu andalan tempatnya bekerja. Masakan dan lauk pauk yang disajikan jangan dipisah dengan bumbu dan garam sebagai penyedap rasa. Semua bahan harus sesuai resep. Bila semuanya sesuai resep maka makanan yang disantap akan terasa enak di lidah. Coba bayangkan jika bahan-bahannya dipisah, Mungkinkah masakan tadi akan dimakan. Tentu saja tidak. Begitu pula halnya dengan aktivitas keseharian kita. Sesibuk apapun itu, jangan sampai melalaikan perintah-perintah wajib Allah. Hidup ini terasa indah bila kita bisa mengatur waktu sebaik-baiknya. 

Sekian  Hikmah-18, mudah-mudahan memberi manfaat yang besar.

Wassalamualaikum wr.wb


Terima kasih telah membaca artikel Terjemah Al Hikam 18 - Menunda Amal Perbuatan Untuk Menunggu Kesempatan Yang Lebih Baik, Merupakan Tanda Kerasnya Hati, diijinkan untuk menyalin semua yang ada di wastripedia, untuk disebarluaskan.

Recent Posts :