Mas Sehat | Blog Tentang Kesehatan | Mas Sehat ~ Blog Tentang Kesehatan | www.mas-sehat.com

Recent Comments

Terjemah Al Hikam 17 - Keinginan Seseorang Untuk Melakukan Sesuatu Pada Waktu Yang Allah Tidak Menginginkan Hal Itu, Adalah Sebuah Kebodohan

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamualaikum wr. wb   


"Keinginan seseorang untuk melakukan sesuatu pada waktu yang Allah tidak menginginkan hal itu, adalah sebuah kebodohan."


Waktu adalah ruang bagi takdir Tuhan menggariskan apa saja hal yang akan menjadi aktifitas dan kesibukan manusia. Mula-mula Allah menetapkan perkara yang menjadi kewajiban bagi manusia dan apa saja yang mesti dijauhi dari laranganNya. Ini merupakan ketetapan yang harus dijalani oleh semua makhluk sebagai kontrol dari mobilitas kegiatan dan profesi yang ditekuni.

Di sisi lain Allah memberi ruang untuk manusia berikhtiar (memilih) kesibukannya untuk menjadi seorang karyawan, pebisnis dll. Ini sebagai jalan mengisi ruang kehidupan yang berdiri di atas garis aturan yang berlaku. Ada hikmah luar biasa dibalik keragaman pembagian tugas serta kesibukan yang dijalani setiap manusia. Bumi tempat berpijak memberi peluang untuk dikelola dengan baik demi keberlangsungan kualitas hidup yang baik. Inilah inti dari  hikmah 17 yang sedang kita bahas. Biarlah orang lain menekuni bidangnya, tanpa kita recoki mereka.

Pengelolaan tersebut tidak akan tercapai kecuali kita mau memberdayakan dan memanfaatkan potensi alam yang tersedia. Pemberdayaan potensi alam sangat membutuhkan tenaga terampil dari orang yang benar-benar mau menekuni bidang itu. Hal itu terjadi jika semua elemen bangsa mau membidangi tugas dan pekerjaan masing-masing sesuai bidangnya. Dan Allah telah menunjukkan kemurahanNya dengan memberi kesempatan setiap orang menekuni pekerjaannya.  Allah tidak memaksa mereka untuk menekuni bidang yang tidak cocok dengan keterampilan dan hobi yang dimiliki. Demikianlah syariat-keagamaan yang harus diterima. Bahwa keragaman aktifitas manusia tidak terpisah dari upaya memakmurkan dunia.

Maka kita lihat sebagian orang menyibukkan diri dalam dunia bisnis. Ada pula yang enjoy jadi pegawai. Ada juga yang concern di bidang pertanian dan bercocok tanam. Ada pula yang terjun ke dunia kedokteran. Bahkan juga ada yang memilih menyibukkan diri di bagian administrasi perkantoran dan terjun di kancah politik nasional. Sehingga setiap kelompok sosial terbagi-terbagi sesuai bidang masing-masing sesuai aturan Allah. Kendati demikian semua itu tetap harus tunduk pada kontrol; dalam rangka memenuhi perintah serta menjauhi larangan. Maka jika kemudian ada sebagian yang me-bully profesi seseorang dengan dalih telah menempatkan diri terlampau jauh dari Allah, akibat dari terlalu tekun membidangi karirnya, inilah yang oleh Ibnu Athaillah disebut dengan sebuah kebodohan.

Bagaimana seseorang menuntut orang lain melakukan sesuatu padahal Allah tidak menginginkan hal itu terjadi?. Sebelum me-bully mestinya dia sadar bahwa apa yang mereka tekuni dan profesi yang digeluti adalah bagian dari kehendak Allah. Inilah inti dari  hikmah 17 yang sedang kita bahas. Biarlah orang lain menekuni bidangnya, tanpa kita recoki mereka. Apalagi menuntut mereka untuk meninggalkan profesinya karena dianggap membuatnya semakin jauh dari Allah.

Aturan yang Allah tetapkan untuk mengatur kehidupan seseorang, kemudian ia jalani semua itu dengan baik, kenapa harus dibully? Lalu Ibnu Athaillah mengajak kita flashback pada sejarah, kita lihat bagaimana Rasulullah hidup bersama para sahabat. Rasulullah hidup di tengah keragaman kesibukan sahabat-sahabatnya. Ada sahabat setiap pagi pergi mencangkul ke sawah. Ada sahabat Nabi yang berprofesi sebagai pebisnis, setiap pagi mereka pergi ke pasar untuk menjual barang dagangan mereka. Ada juga sahabat yang memilih tidak menyibukkan diri dengan duniawi, bahkan memilih untuk senantiasa menyertai Rasulullah. Seperti halnya ahlu-shuffah, memilih sibuk beribadah di masjid dan senantiasa menghuni paviliun Masjid Nabawi.

Bagaimana sikap Nabi atas keragaman kesibukan para sahabat? Rasanya tidak pernah ada catatan sejarah hitam akan hal itu. Nabi tidak pernah mengganggu karir yang dipilih para sahabat, karena selain merupakan 'private area', keragaman itu adalah sunnatullah.

Yang dikehendaki Ibnu Athaillah dalam hikmah ke 17 ini bukanlah orang-orang yang hendak menggantikan agama dengan dunia. Sebagaimana kandungan QS. at-Taubah: 24. Yaitu orang-orang sibuk dengan dunia karena memang dunia sebagai cita-sita tertinggi di hatinya. 

Fokus dari  hikmah 17 ini adalah keragaman aktifitas manusia sebagai sunnatullah dalam ranah mencari ridha Allah. Hampir sama nadanya dengan bunyi hikmah ke 9. Hanya, keberagaman aktifitas dan kesibukan ini harus merujuk pada niatan untuk mengimplementasikan kandungan QS. Hud: 61.
"Dia telah menciptakanmu dari bumi (tanah) dan menjadikanmu pemakmurnya" QS. Hud: 61.

Dengan demikian aktifitas yang berkelindan di dalam keseharian manusia menjadi kian menyatu dalam konstruksi agama. Hal ini bisa tercapai bila ketaatan, taqarrub dan melaksanakan perintah Allah sebagai motif/alasan di dalam menjalani kesibukan.

Wassalamualaikum wr.wb

Referensi :
http://chirpstory.com/li/238833
[chirpstory-ngajihikam@sidogiri]


Terima kasih telah membaca artikel Terjemah Al Hikam 17 - Keinginan Seseorang Untuk Melakukan Sesuatu Pada Waktu Yang Allah Tidak Menginginkan Hal Itu, Adalah Sebuah Kebodohan, diijinkan untuk menyalin semua yang ada di wastripedia, untuk disebarluaskan.

Recent Posts :