Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamualaikum wr. wb
“Bagaimana mungkin ia terhalang dari Allah, padahal Dialah dzat yang menerangi segala hal”
“Bagaimana mungkin ia terhalang dari Allah, padahal Dia dzat yang terlihat jelas di segala hal”
“Bagaimana mungkin ia terhalang dari Allah, padahal keagungan-Nya terlihat di segala hal”
“Bagaimana mungkin ia terhalang dari Allah, padahal Dialah dzat yang menjadikan terang segala hal”
“Bagaimana mungkin terhalang dari Allah, padahal Dia telah ada sebelum segala hal”
“Bagaimana mungkin terhalang dari Allah, padahal dzat-Nya adalah yang paling terang”
“Bagaimana mungkin terhalang dari Allah, padahal Dialah yang Maha Esa. Tak ada sekutu bagi-Nya”
“Bagaimana mungkin terhalang dari Allah, padahal Dia lebih dekat denganmu daripada yang lain”
“Bagaimana mungkin terhalang dari Allah, padahal jika bukan karena-Nya maka alam tak mungkin ada”
"Saya takjub, bagaimana mungkin sebuah benda bisa wujud dari ketiadaan! Saya heran, bagaimana mungkin menyatukan dzat yang HADIS (baru wujud) dengan dzat Allah yang QADIM (terdahulu)?”
Tema pertama “Bagaimana mungkin ia terhalang dari Allah,
padahal Dialah dzat yang menerangi segala hal”.
Maskud menerangi dalam kalam hikmah ini adalah menciptakan.
Maka Allah yang menciptakan semua yang ada, tanpa terkecuali satu pun. Dalam
arti lain, mungkinkah menyaksikan Allah di dunia bisa terhalang, padahal
Allah-lah yang mencipta segalanya menjadi ada. Intuisi kata-katanya seperti
pertanyaan yang tak butuh jawaban. Meski begitu, ia tetap perlu dipikir dengan
nalar. Mari dibahas...
Semua orang, baik yang Muslim dan non-Muslim, yang pernah
berkecimpung di dunia kosmologi pasti sepakat, jika planet bumi yang kita injak
sekarang ini pernah mengalami masa ketiadaan. Ulama-ulama Islam tahu hal ini
dari nash al-Quran. Sedangkan ilmuwan modern tahu dari hasil-hasil riset
mereka. Teori BIG BANG adalah salah satu bukti konkritnya. Hanya penganut faham
Marxisme saja yang menolak fakta ini. Yaitu faham yang menjunjung tinggi-tingi
materialisme-duniawi. Tapi tak usah khawatir, sebab faham ini akan musnah seiring
makin berkembangnya bukti-bukti ilmiah versi teknologi modern.
Kembali ke konsep awal. Intinya, jika bumi berawal dari
ketiadaan kemudian menjadi ada, bukankah itu jadi bukti bahwa bumi ini ada
penciptanya. Dialah Allah yang Maha Kuasa! Akal tentu faham, sebab tak mungkin
bumi muncul dengan sendirinya. Semakin banyak tahu keistimewaan-keistimewaan
material bumi, bisa jadi bukti akan kekuasaan Allah. Disinilah inti kalam hikmah
tadi itu, “Bagaimana mungkin ia terhalang dari Allah, padahal Dia dzat yang
mencipta segala hal”.
Tema kedua
“Bagaimana mungkin ia terhalang dari Allah, padahal Dia dzat yang terlihat
jelas di segala hal”.
Maksudnya, mungkinkah menyaksikan Allah terhalang, padahal
setiap hari Anda selalu berinteraksi dengan ciptaan-Nya. Mari luangkan waktu
sejenak untuk berfikir, merenungi dan men-tadabbur segala rahasia ciptaan-ciptaan
Allah. Menyaksikan keserasian tatanan bumi dan segala isinya bisa bikin kita
mengenal Allah. Barang ciptaan bisa menunjuk pada penciptanya. Cadangan oksigen
yang kita hirup setiap hari tak pernah ada habisnya, padahal populasi manusia dan
hewan terus bertambah.
Faktanya lagi, pemasok oksigen terbanyak disumbangkan
pepohonan. Pohon dengan daun rimbun ternyata dipicu resapan air tanah. Tanah
bisa subur sebab sering dialiri air dari sungai dan hujan. Hujan turun dari
langit, dengan bantuan kuatnya hembusan angin. Dari hulu ke hilir, semua
berjalan rapi. Apakah unsur-unsur tadi bekerja sendiri-sendiri? Jawabannya,
tentu saja tidak. Subhanallah… Allah-lah yang mengatur hal demikian. Tak ada
dzat yang sanggup merapikan ciptaan yang sedemikian indah kecuali hanya Allah.
Tema ketiga “Bagaimana mungkin ia terhalang dari Allah,
padahal keagungan-Nya terlihat di segala hal”.
Maksud keagungan-Nya adalah sifat-sifat agung Allah yang tak
tehitung. Jika ingin lihat maha karya Allah, maka lihatlah benda-benda
sekeliling. Coba ambil sekuntum mawar segar. Lihat warnanya yang mengagumakaan.
Ciumlah bau harum semerbaknya yang menyegarkan otak. Atau amatilah sebuah biji yang
tergeletak ditanah, lalu kembalilah beberapa hari lagi. Apakah yang Anda
temukan kemudian? Anda akan lihat ia
telah tumbuh. Akarnya menancap kuat ke tanah, sedang batang dan daunnya telah
menjulang tegak ke udara.
Dari contoh dua makhluk tadi, apakah Anda tidak melihat
keagungan karya Allah? Apakah Anda tak melihat kekuasaan Allah? Subhanallah.
Inilah makana hikmah, “Bagaimana mungkin ia terhalang dari Allah, padahal
keagungan-Nya terlihat di segala hal”.
Tema keempat
“Bagaimana mungkin ia terhalang dari Allah, padahal Dialah dzat yang menjadikan
terang segala hal”.
Tema ini sambungan dari tema-tema sebelumnya. Jika tema
pertama tadi kaitannya kebanyakan pada akal, maka disini berbeda.
Pertanyaannya, mungkinkah benda mati bisa mereasksi sebagai keagungan Allah?
Akal siapapun tak menerima klaim ini. Jawabannya, tentu saja sangat mungkin.
Disini mungkin akal agak menolak jika benda mati bisa merespon. Mustahil.
Padahal Allah telah mengilhamakaan pada manusia alat pembukti selain akal.
Membuktikan hal yang benar tidak hanya dilakukan akal.
Percayakah Anda jika batu-batu itu juga berbicara? Pepohonan
juga bisa merespon? Atau materi-materi mati juga punya perasaan?
Ternyata Allah menyebut kejadian ini dalam QS al-Isra
[17]:44 “Langit yang tujuh, bumi dan
semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun
melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti
tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.”
Bahwa segala materi
didunia ini bertasbih kepada Allah. Gunung membaca tasbih. Tanah, air di
lautan, pepohonan dan semuanya bertasbih mengagungkan Allah. Subhanallah. Meski
akal tak bisa menalar tapi jika bukti ini datang dari Al-Quran, maka kita harus
percaya. Sebab Allah memberi kebenaran dari nash. Inilah inti kalam hikmah,
"Bagaimana mungkin ia terhalang dari Allah, padahal Dialah dzat yang
menjadikan terang segala hal”.
Tema kelima “Bagaimana mungkin terhalang dari Allah,
padahal Dia telah ada sebelum segala hal”.
Dalam teori Islam, seperti yang sudah maklum, Allah bersifat
QADIM (Maha Terdahulu). Allah wujud, sebelum segala sesuatu wujud.
Dalam QS al-Hadid [57]:3 “Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang Bathin; dan Dia
Maha Mengetahui segala sesuatu.” dijelaskan, bahwa Allah menyebut dzat-Nya
sebagai AL-AWAL (Maha Pertama).
Dalam QS ar-Ra’d [13]:16 “Katakanlah:
"Siapakah Tuhan langit dan bumi?" Jawabnya: "Allah".
Katakanlah: "Maka patutkah kamu mengambil pelindung-pelindungmu dari
selain Allah, padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak (pula)
kemudharatan bagi diri mereka sendiri?". Katakanlah: "Adakah sama
orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita dan terang
benderang; apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat
menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut
pandangan mereka?" Katakanlah: "Allah adalah Pencipta segala sesuatu
dan Dialah Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa".
Yang artinya, Allah adalah dzat pencipta segalanya. Kedua
ayat ini saling terikat. Artinya, jika Allah itu Maha Terdahulu, maka ini juga
mengindikasikan Allah-lah Sang Pencipta.
Wujud Allah sebelum terciptanya suatu apapun, bukankah itu
berarti Allah sendiri yang melakukan penciptaan! Dengan nalar ini, klaim filsafat-ateisme
tentang eternitas alam dapat dipatahkan, sebab alam nyatanya diciptakan Allah.
Maka Anda jangan pernah ragu, “Bagaimana mungkin terhalang dari Allah, padahal
Dia telah ada sebelum segala hal”.
Tema keenam “Bagaimana mungkin terhalang dari Allah,
padahal dzat-Nya adalah yang paling terang”.
Jika Anda melihat lampu, maka apa yang bisa Anda tangkap?
Jika Anda memperhatikan batang pohon, apa yang Anda rasakan? Apakah Anda tidak
melihat Allah disana? Sungguh, sangat rugi jika Anda terlewat dari menyaksikan
Allah disana.
Lalu sekarang, kata al-Buthi, sarana apa Anda pakai untuk
melihat sinar lampu? Mungkin jawaban Anda: dengan mata! Padahal inti terpenting
organ mata hanya kornea dan retina. Jika keduanya rusak, apakah Anda masih bisa
melihat sinar lampu? Atau Anda akan menjawab: dengan nalar akal. Padahal inti
akal terletak pada otak. Bagaimana jika kinerja otak Anda tak normal? Maka
ketahuilah, bahwa semua itu berkat Nur Ilahi yang dipancarkan Allah untuk
seluruh hamba-Nya. Allah adalah Maha Kuasa. Saksikanlah selalu keagungan Allah
pada setiap benda yang Anda lihat. Inilah maksud kalam hikmah Ibnu Athaillah
Tema ketujuh “Bagaimana mungkin terhalang dari Allah,
padahal Dialah yang Maha Esa. Tak ada sekutu bagi-Nya”.
Kalam hikmah ini bersumber dari
“Allah, tidak ada
Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus
mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang
di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa
izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang
mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang
dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa
berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” QS
al-Baqarah [2]:255,
bahwa hanya Allah tuhan yang harus disembah. Dialah tuhan yang
Esa.
Ayat ini berkaitan dengan ayat lainnya,
“Sesungguhnya Allah
menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap; dan sungguh jika keduanya akan
lenyap tidak ada seorangpun yang dapat menahan keduanya selain Allah.
Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.“ QS al-Fathir
[35]:41 dan
“Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan iradat-Nya.
Kemudian apabila Dia memanggil kamu sekali panggil dari bumi, seketika itu
(juga) kamu keluar (dari kubur).” QS
ar-Rum [30]:25.
Yang intinya, Allah yang mencipta segalanya. Allah Maha
Kuasa yang menciptakan langit dan bumi beserta segala isinya. Tak seorang pun yang
bisa menyamai hasil ciptaan Allah. Ini maksud hikmah, “Bagaimana mungkin
terhalang dari Allah, padahal Dialah yang Maha Esa. Tak ada sekutu bagi-Nya”. Maka, bagi orang mukmin yang beriman pada
Allah, tak ada alasan untuk tak mengakui fakta wahyu ini. Qul Huwallahu Ahad.
Tema kedelapan
“Bagaimana mungkin terhalang dari Allah, padahal Dia lebih dekat denganmu
daripada yang lain”
Hikmah ini serasi dengan banyak sekali ayat al-Quran, yang menyatakan,
betapa Allah sangat dekat dengan kita disetiap lini kehidupan. Bahkan Dia lebih
dekat dari urat nadi kita. Allah tahu semua aktifitas yang belum dan akan kita
lakukan.
“Dan sesungguhnya Kami
telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan
Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya,” QS Qaf [50]:16,
“Dialah yang
menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia bersemayam di atas
'Arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar
daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. Dan
Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan. “QS al-Hadid [57]:4,
“Tidakkah kamu
perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di
bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dialah keempatnya.
Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dialah keenamnya. Dan
tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak,
melainkan Dia berada bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian Dia akan
memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu. “QS al-Mujadalah [58]:7.
Dia tahu apa yang dirahasiakan dan dilahirkan :
“Dan Dialah Allah
(yang disembah), baik di langit maupun di bumi; Dia mengetahui apa yang kamu
rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan dan mengetahui (pula) apa yang kamu
usahakan.” (QS al-An’am[6]:3
“agar mereka tidak
menyembah Allah Yang mengeluarkan apa yang terpendam di langit dan di bumi dan
Yang mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan.” QS
an-Naml[27]:25)
Konteksnya disini pada keyakinan hati. Jika ayat-ayat Allah
sudah berbicara, maka yang harus kita persiapkan adalah kemantapan hati, tanpa
harus berhayal sedekat apa Allah dengan kita! Keyakinan hati kadang tak butuh
nalar, seperti cinta buta yang terlanjur mengakar. Begitulah maksud kalam
hikmah tadi, “Bagaimana mungkin terhalang dari Allah, padahal Dia lebih dekat denganmu
daripada yang lain”.
Tema kesembilan “Bagaimana mungkin terhalang dari Allah,
padahal jika bukan karena-Nya maka alam tak mungkin ada”.
Sebagaimana hikmah-hikmah sebelumnya, bahwa Allah yang menciptakan
semesta alam ini. Orang-orang yang iman pada Allah harus percaya ini. Jika
demikian, maka satu-satunya pengendali alam adalah Allah. Andaikata Allah tak
berkehendak, maka semesta ini tak mungkin ada. Hanya orang-orang berpengetahuan
dangkal saja yang menyangkal hal ini. Orang yang punya insting tajam pasti
sadar dan paham hal ini. Dalam tradisi Baduwi, orang-orang arab awam, ada
istilah gini: Jejak unta akan menuntun pada unta, jejak kaki akan menunjuk
pemiliknya. Maksudnya, unta hilang bisa dilacak dari jejakanya. Orang yang
trtinggal rombongan kafilah bisa dilacak dengan mmbuntuti jejak kakinya. Begitu
juga dengan Allah, bisa dilacak dari karya-karya agung ciptaan-Nya.
Subhanallah… Maha Suci Allah, Maha Agung Allah.
Tema kesepuluh/terakhir
mencerminkan rasa takjub, lalu diikuti reaksi keheranan Ibnu Athaillah. “Saya takjub, bagaimana mungkin sebuah benda
bisa wujud dari ketiadaan! Saya heran, bagaimana mungkin menyatukan dzat yang
HADIS (baru wujud) dengan dzat Allah yang QADIM (terdahulu)?”
Pertama, rasa takjub Ibnu Athaillah tadi bisa dimaklumi.
Siapa yang tak heran melihat benda yang muncul secara tiba-tiba. Namun bagi
Allah, mencipta semesta yang luas ini sama sekali tak sulit. Apalagi hanya
untuk skala manusia, tentu lebih mudah. Tapi disinilah kekhawatirannya, sebab
banyak orang yang berpikir terbalik. Mereka silau dengan benda-benda ciptaan
daripada penciptanya. Orang-orang lebih terpana dengan keindahan alam ketimbang
Allah pencipta semesta. Tak ubahnya memilih butir tapi membuang tumpeng.
Terlalu over pada keindahan sementara, bisa buat mata hati buta. Materi ciptaan
tak akan seberharga penciptanya.
Bagian kedua, Ibnu Athaillah heran lihat orang-orang yang
setiap hari berinteraksi dengan dalil-dalil kebenaran wahyu, namun tak kenal Allah.
Menyamakan Allah (Maha QADIM) dengan makhluk ciptaannya (yang HADIS) tentu adalah
penalaran yang tak sehat. Akal normal tak menerima. Jika alam itu diumpamakan
bayangan, maka Allah adalah orangnya. Bayangan tak mungkin bisa jadi orang,
begitu pula sebaliknya. Sudah tahu Allah Maha Esa, Maha Kuasa, Allah Maha dalam
segalanya, tapi tetap saja ia buta. Buta akal juga buta mata hati.
Allah menyebut orang-orang ini dalam QS al-A’raf [7]:179 “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi
neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi
tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai
mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan
Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk
mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka
lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.”
Ini maksud hikmah,
"Saya heran, bagaimana mungkin menyatukan dzat yang HADIS (baru wujud) dengan
dzat Allah yang QADIM (terdahulu)?”
Sebagai penutup, mari berdoa. Tanamkan dalam-dalam
disanubari, semoga Allah membantu hati kita agar semakin dekat dengan-Nya. Amin
Wassalamualaikum wr.wb
Referensi :
http://chirpstory.com/li/238625
[chirpstory-Pesantren Sidogiri@sidogiri]
Terima kasih telah membaca artikel Terjemah Al Hikam 16 - Bagaimana Mungkin Ia Terhalang Dari Allah, Padahal Dialah Dzat Yang Menerangi Segala Hal, diijinkan untuk menyalin semua yang ada di wastripedia, untuk disebarluaskan.