Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamualaikum wr. wb
Permintaan ‘Arifin (orang sudah maqam ma’rifat) adalah semoga dapat beribadah dengan sungguh-sungguh serta melakukan kewajiban. Itu saja!
Bahwa Allah menyuruh hamba
melakukan hal yang menjadi inti dari semua cabang kewajiban; mengerti akan
hakikat penghambaan. Jika seseorang faham hakikat keberadaannya sebagai hamba,
ia tak akan kesulitan mencari jalan menuju kebahagiaan dunia-akhiratnya. Lalu
bagaimana menghamba dengan sungguh-sungguh yang dimaksud di sini? Adakah klaim
sebagai hamba tak selamanya dijalani dengan penuh kesungguhan?.
Seseorang yang dengan
sungguh-sungguh menyatakan dirinya sebagai muslim, hal itu mesti dibarengi
kesungguhan mengaku sebagai hamba. Sebab, melaksanakan perintah dan menjauhi
larangan hanya bisa dilakukan setelah ia mengakui kapasitas diri sebagai hamba.
Artinya, ibadah yang dilakoni seorang muslim sebagai pengamalan, bagian dari
keyakinan sebagai hamba. QS. Al-Bayyinah:5
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya
mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama
yang lurus.”
Kemudian dalam rangka menjalani
kehidupan sebagai hamba, setiap muslim memiliki tingkatan yang berbeda. Perbedaan
ini lebih didasari oleh seberapa besar kemantapan sifat-sifat Allah mengisi
pikirannya.
Tingkatan paling rendah
setidaknya seorang hamba tidak menyembah selain Allah, sebagai sekutu dalam
ketuhanan. Serta menghindari terjadinya syirik kecil yang muncul dari
riya’/pamer di setiap melaksankan ibadah.
Sedang tingkatan tertinggi yaitu
ibadah yang dilakukan tidak bertujuan selain bersungguh-sungguh menyembah kepada
Allah Yang Maha Segala. Sampai ia tak berharap balasan pahala. Karena berharap
pahala hanya boleh dilakukan oleh hamba yang melakukan perintah dengan benar.
Jika makna hakikat penghambaan
telah diketahui, ia segera mampu terbiasa beribadah dengan sungguh-sungguh dan
selamat dari syirik sekecil apapun. 2 Permintaan yang diajukan oleh orang yang
sampai pada tingkat ma’rifat, menghembuskan dua hal esensial berikut ini.
Pertama, orang ‘Arifin merasa tidak berhak menginginkan apa yang
Allah janjikan di setiap hal yang Dia perintahkan. Toh, ia menyadari jika
kewajiban itu akhirnya terlaksana hal itu semata anugerah dari Allah dan ia
tidak memiliki peran apa-apa. Anugerah berupa mampu melaksanakan ibadah dan
semua kewajiban itu Allah yang punya dan pahala yang diminta juga Allah yang
mengganjarnya.
Kedua, ungkapan doa yang dipanjatkan oleh ‘Arifin dalam hikmah ini
sekaligus pengakuan betapa lemah seorang hamba di hadapan Rabb-nya. Inilah inti
dari apa yang harus dipinta oleh seorang hamba di setiap munajatnya. Alhasil,
kesungguhan dalam ibadah tidak bisa sekedar diucapkan dengan kata-kata. Namun
harus dibuktikan dengan implementasi dari hikmah 77 ini.
Maka tidak akan Anda temui orang
ma’rifat mendaku ibadah dengan sungguh-sungguh, melainkan selalu merasa faqir
(butuh) di hadapan Allah. Sehingga wujud dari perasaan itu menjelma di setiap
untaian doa yang selalu diperdengarkan kepada Tuhannya.
Sumber :
Pesantren Sidogiri@sidogiri
https://chirpstory.com/li/249912
Terima kasih telah membaca artikel Al Hikam 77 : Menjadi Hamba Yang Sesungguhnya, diijinkan untuk menyalin semua yang ada di wastripedia, untuk disebarluaskan.