Assalamualaikum ww. wb
“Usahamu untuk meraih apa yang telah dijamin untukmu, dan teledormu terhadap apa yang diminta darimu, ialah bukti akan butanya mata hatimu”
Syekh al-Buthi memulai uraian terhadap hikmah ke-5 ini dari
QS:51/56-58 dan QS:20/132 berikut:
“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka
menyembah kepadaKu. Aku tidak menghendaki rezeki dari mereka dan tidak pula
agar mereka memberi-Ku makan. Allah adalah Zat yang memberi rezeki, dan
memiliki kekuatan lagi sangat kokoh”
“Dan perintahlah
keluargamu untuk mengerjakan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya”
“Kami tidak meminta
rezeki kepadamu. Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik)
itu adalah bagi orang yang bertakwa”
Ayat-ayat di atas membicarakan hal berikut: Bahwa Allah
menciptakan manusia untuk satu tugas khusus, yaitu beribadah kepada-Nya. Sedang
yang menjamin rezeki adalah murni tugas Allah. Manusia tak diminta memikirkan
urusan rezeki itu. Lho, kalau kita tak memikirkan urusan rezeki, lantas bagamana
kita bisa makan? Bahkan tanpa makan, bagamana kita bisa beribadah?
So, untuk kejanggalan itu, marilah kita kembali pada kajian
bab sebelumnya, bahwa “mikir” beda dengan
“kerja”. Gimana, masih ingat kan?
Ya! Tentu saja kita harus bekerja, jika kita kebetulan ada dalam keadaan asbab
(bukan tajrid). Sebab bekerja itu bagian dari ibadah juga. Tapi jangan sampai
bekerja itu kemudian jadi tujuan. Setelah kita kerja (mencari rezeki), kita
harus alihkan fokus pada tugas yang lebih besar, di mana manusia diciptakan
karenanya Tugas itu tak lain beribadah
kpd Allah SWT. Kita tak perlu mikir bagamana usaha kita, berhasil apa tidak,
laba apa tidak, dst. Sebab yang memberi hasil, sukses/gagal, laba/rugi,
kaya/miskin, semuanya dari Allah. Yang penting kita usaha. Titik.
So jika ada orang yang seharian udah kerja, lalu pulang
masih ruwet mikirin kerja, bahkan saat solat pun mikirin kerjaan. Maka tipe
orang seperti itulah yang oleh Ibnu Atha’illah disebut “orang yang buta mata
hatinya”. Mengapa begitu? Ya, sebab tugas utama manusia bukan bekerja, tapi
beribadah kepada Allah. Yang menjamin rezeki itu ya Allah, bukan pekerjaan. Maka
yang terpenting bagi kita saat ini, adalah mengetahui apa saja hal-hal penting yang
dibebankan Allah pada kita.
Kita perlu tahu apa saja kewajiban individu kita, apa saja
hal yang sunah, dan apa saja yang merupakan peyempurna. Setelah itu, barulah
kita menunaikan kewajiban-kewajiban kita sesuai ketetapan yang semestinya,
supaya tidak kebalik-balik.
Misal: Allah berfirman “Dan perintahlah keluargamu untuk
mengerjakan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya”
Lantas kita abai pada anak-anak dan keluarga kita. Tak
perduli urusan salat mereka. Tidak memberi pendidikan pd mereka. Dengan alasan
bahwa kita sibuk kerjaan. Urusan kantor. Urusan bisnis, dll. Ini namanya orang yang
buta mata hatinya.
Misalnya lagi: Allah perintahkan kita ununtuk jauhi riba,
tipu-menipu, suap dll. Tapi malah kita lakukan perbuatan itu. karena ambisinya
menumpuk kekayaan. Padahal Allah perintah kita untuk jauhi riba. Allah tak
perintahkan kita untuk jadi kaya.
Allah perintahkan kita untuk bayar zakat, rajin sedekah,
berderma, sebagai ibadah yang bermanfaat bagi kita di dunia dan akhirat. Tapi
kita malah kikir, dengan dalih ini jerih payahku, agar orang tak malas, dll.
Padahal perintahnya: “bersedekahlah!” Urusan orang yang diberi jadi malas itu bukan
urusanmu. Kita hanya diminta bersedekah jika berkelebihan rezeki. Titik.
Dan begitu seterusnya. Kenali tugas pokok kita, lalu
laksanakan!
Wassalamualaikum ww. wb
Sumber :
Kitab Al-Hikam Al-Athoiyah Syarh wa Tahlil
https://twitter.com/sidogiri
http://chirpstory.com/li/236469
Terima kasih telah membaca artikel Ngaji Hikam Bab 5 : Usahamu Untuk Meraih Apa Yang Telah Dijamin Untukmu, Dan Teledormu Terhadap Apa Yang Diminta Darimu, Ialah Bukti Akan Butanya Mata Hatimu, diijinkan untuk menyalin semua yang ada di wastripedia, untuk disebarluaskan.