Assalamualaikum ww. wb
Terjemah Al Hikam - Hikmah 7
"Janganlah kamu meragukan janji (Allah), karena tidak terjadinya apa yang telah Allah janjikan tersebut pada waktunya. Karena keraguanmu tersebut bisa menutupi mata-hatimu (bashirah) serta memadamkan nur cahaya batinmu (sirr-mu)."
Ibnu Aththaillah
mengawalinya dengan
“Sesungguhnya Kami
menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia
dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat)” QS. Ghofir : 51,
“Dan Kami hendak
memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan
hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang
mewarisi (bumi)” QS. Al-Qashas : 5,
“Barangsiapa yang
mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman,
maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang telah mereka kerjakan.” An-Nahl : 97
“Hai orang-orang
mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan
meneguhkan kedudukanmu.” Muhammad :
7.
Muara dari semua ayat ini satu: Janji-janji Allah.
Ustadz Salim Bareisy
dalam terjemahnya :
Manusia sebagai hamba tidak mengetahui bilakah Allah akan
menurunkan karunia rahmat-Nya, sehingga manusia jika melihat tanda-tanda ia
menduga (mengira) mungkin telah tiba saatnya, padahal bagi Allah belum memenuhi
semua syarat yang dikehendaki-Nya, maka bila tidak terjadi apa yang telah
dikira-kira itu, hendaknya tiada ragu terhadap kebenaran janji Allah.
Syaikh Fadhalla Hairi,
dalam syarah Al-Hikamnya, mengatakan:
Untuk mempertahankan jalan yang tepat menuju pencerahan
batin, kita harus membuang semua keraguan terhadap kesempurnaan, keadilan, dan
kebijaksanaan Allah di balik terjadinya peristiwa-peristiwa sesuai dengan
urutan dan waktunya yang tepat.
Memang banyak sekali ayat Qur'an yang berisi janji-janji
Allah untuk memberi kesejahteraan dan kelapangan bagi hamba yang saleh. Namun
terkadang janji itu tak kunjung datang meski orang yang dijanjikan merasa telah
berhak mendapatkan. Kendati pun demikian jangan mmbuat seseorang larut dalam
keraguan atas janji-janji itu. Karena hal ini dapat meredupkan cahaya hati.
Kadang kita dihadapkan pada sebuah paradoks; orang saleh
hidup sengsara, yang tak saleh justru sejahtera. Ada apa? Mengapa dalam hal ini kita dilarang ragu akan
janji Tuhan, sedangkan yang terjadi di depan mata selalu sebuah kesenjangan? Iya. Kita tidak boleh ragu sedikitpun.
Al-Buthi akan menjelaskan pada kita rahasia yang terkandung dalam janji yang
tak segera tunai.
Mengapa terjadi keraguan atas janji Allah? Karena manusia terlalu tinggi meletakkan
haknya di atas kewajiban-kewajibannya. Seseorang yang jauh dari dekapan
hadrotillah serta sibuk dengan urusan dunia, cenderung menganggap remeh hak-hak
Ilahiyah yang wajib baginya. Serta menganggap kesenangan dan harapan-harapannya
sebagai anugerah yang dijanjikan Tuhan kepadanya.
Sebaliknya seseorang yang mengenal Allah, sifat-sifatNya
serta menjauhi kesibukan dunia, ia melihat hak-hak ilahiyah di atas kapentingan
pribadi. Sehingga pada saatnya ia melaksanakan kewajiban seperti shalat, zakat,
puasa dan haji sama sekali ia tidak merasa berhak atas janji apapun. Karena dalam
amalnya ia selalu merasa jauh dari sempurna, banyak cacat dan mungkin saja
syarat-rukunnya tidak terpenuhi. Maka terbentuklah logika 'Allah sudi menerima
(qabul) amal saya saja sudah untung, meski tidak saya dijanjikan apa-apa.'
Maha Suci Allah yang menjadikan Baginda Rasulullah sebagai
suri tauladan yang baik di setiap amal perbuatannya. Rasulullah adalah manusia
dengan kadar Ma'rifat, cinta dan ta'dzim yang paripurna kepada Allah SWT. Merasa
tidak sempurna dalam beramal ini membuat Baginda Nabi larut dalam istighfar,
seolah2 beliau hamba paling pendosa. Maka Nabi berkata, "Aku beristighfar
dalam sehari 100 kali". Riwayat lain, "Setiap hari aku istighfar
lebih 70 kali."
Inilah yang kemudian diadopsi dalam adagium sufi yang
masyhur " حسنات الأبرار سيأت المقربين"
Kebaikan yang dilakukan oleh orang yang masih tingkat abrar, adalah kesalahan bagi
orang yang mencapai tingkat muqarrabin.
Maka disimpulkan bahwa Allah tidak akan ingkari janji-janji,
selama hamba melakukan amal dengan baik dan ikhlas.Sedangkan yang mampu
mencapai fase ikhlas dalam amal ini adalah mereka yang ma'rifat kepada Allah
dan hatinya dipenuhi cinta dan takdzim. Tidak bagi mereka yang baru membangun
pondasi keislaman yang rapuh, sudah meletakkan hak pribadi lebih tinggi dari
kewajibannya selaku hamba.
Al-Buthi mencuplik
kisah unik berkenaan dengan hikmah ini. Perihal orang awam yang meminta
diperlihatkan karamah orang-orang Saleh. Orang awam berkata pada orang saleh,
"Perlihatkan pada kami sedikit dari karamah yang kau miliki untuk menambah
iman dan keyakinanku pada Allah!. " Orang Saleh tersebut mnjawab,
"Apa kamu tidak melihat keajaiban luar biasa terjadi setiap hari dalam
kehidupanku?“. Si awam menjawab," Tidak". "Aku berjalan di muka bumi dengan selamat
tidak tergelincir, tidak terjerembab ke dalamnya ini adalah sebuah karamah
besar bagiku. Padahal aku berhak terjatuh, terluka dan mendapat kehancuran
tersebab amal yang tak kunjung sempurna serta senantiasa lalai perintahNya. Justru
Allah menjagaku, melindungiku tidak membiarkan aku binasa, padahal umat
terdahulu hancur sebab kesalahan kecil yang diperbuatnya.
Demikian Al Hikam - Hikmah 7. Semoga kita tidak ragu
sedikitpun atas janji-janji Allah
Wassalamualaikum ww. wb
Sumber :
http://chirpstory.com/li/236834
https://alhikam2012.wordpress.com/2012/07/07/terjemah-al-hikam-karya-syaikh-ibnu-aththoillah-oleh-ustadz-salim-bahreisy-hikmah-no-7/
Terima kasih telah membaca artikel Terjemah Al Hikam - Hikmah 7 - Jangan Meragukan Janji Allah, diijinkan untuk menyalin semua yang ada di wastripedia, untuk disebarluaskan.