Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamualaikum wr. wb
“Beda sekali antara
orang yang menjadikan Allah sebagai dalil (adanya dunia), dengan orang yang
menjadikan dunia sebagai dalil (adanya Allah)”
“Orang yang
menjadikan Allah sebagai dalil adanya dunia, maka berarti ia telah meletakan
haknya secara benar. Allah jadi asal penunjuk”.
“Sedangkan orang yang menjadikan dunia sebagai dalil adanya
Allah, mengindikasikan bahwa dirinya tidak dekat dengan Allah”.
“Sejak kapan Allah hilang dari pandangannya, hingga ia harus
menjadikan dunia sebagai perantara untuk mengenal Allah?”
"Kapankah Allah menjauh dari dirinya, hingga ia
menggunakan dunia sebagai sarana untuk tambah mendekat dengan Allah?"
Hikmah ini mengajarkan kita agar menjadikan Allah sebagai
tujuan utama. Buat motivasi hidup, agar usia yang masih tersisa tak terbuang
sia-sia. Ringkasnya, ada dua cara pandang yang berbeda untuk bisa mengenal
Allah. Yaitu pandangan orang-orang awam dan orang-orang yang dekat dengan Allah
(Muqarrabin).
Kita bahas pertama kali cara
pandang orang-orang awam. Yaitu “Orang-orang yang menjadikan dunia sebagai
dalil adanya Allah”. Dalam pandangan orang-orang awam, tatanan dunia yang
begitu indah dan sangat teratur ini jadi bukti adanya sang pencipta tunggal,
yaitu Allah. Agar mengetahui yang abstrak, mereka harus lihat yang nyata dulu.
Ingin mengenal Allah harus menyaksikan makhluk ciptaan-Nya dulu.
Ini logika yang lumrah kita gunakan. Dengan menyaksikan
ciptaan- ciptaan Allah yang maha indah ini, bisa mengantarkan diri lebih kenal
pada Allah. Akal dan mata kita terbiasa menggunakan semua benda di sekitar kita
sebagai sarana untuk mengenal Allah. Inilah cara berpikir orang-orang awam.
Kata al-Buthi, cara ini adalah corak pandang yang salah.
Yang benar semestinya kita mengenal Allah dahulu, baru kemudian mengenal
makhluk. Cara pandang awam lebih terlena dengan keindahan dunia, hingga lupa
keagungan Allah. Padahal yang menciptakan dunia ini adalah Allah. Padahal lagi,
bisa mengenal dan tambah dekat dengan Allah adalah berkat cahaya Ilahi yang
dilimpahkan Allah pada kita. Bukan dengan akal murni kita. Jika boleh
diumpamakan, kita ini seperti orang yang sedang berjalan di kegelapan malam
sambil membawa lampu buat penerang. Dengan lampu tersebut, orang itu bisa
melihat semua benda disekitarnya. Kursi, meja dan perabot lainnya, bisa
terlihat secara jelas.
Pertanyaannya: manakah inti utama yang membuat ia bisa
melihat? Sinar lampu ataukah benda disekitarnya? Jawabannya, jelas sinar lampu.
Begitu pula halnya dengan Allah. Allah sebenarnya yang membuat dunia ini
terlihat jelas. Bukan dunia yang menjadi penjelas adanya Allah. Cara pandang
semacam ini yang disalahkan al-Buthi tadi.
Oke, kalo udah jelas, kita pindah ke cara pandang kedua, orang-orang Muqarrabin. Orang-orang Muqarrabin
adalah orang-orang yang telah mengenal Allah secara dekat. Dalam pandangan
mereka, wujud dunia ini sebenarnya tidaklah nyata. Dalam pikiran dan hati
mereka hanya ada Allah semata. Mereka telah dimabukkan oleh silaunya nur Ilahi
(QS 24:35). Allah meliputi segalanya.
Allah (Pemberi) cahaya
(kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah
lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam
kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang
dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang
tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya),
yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api.
Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya
siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi
manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Lalu mungkinkah kita bisa menyamai cara pandang mereka yang
menakjubkan itu? Jawabannya, tentu saja bisa. Tapi butuh usaha ekstra keras.
Selain itu, ia juga butuh kemantapan hati yang kokoh seraya berdoa tak
henti-henti mengharap pada Allah agar segala keinginan cepat terkabul. Namun
cobaan paling berat akan dialami orang yang tak mengenal Allah, tak pernah tahu
ayat-ayat Allah dan segala hal tentang Allah. Pandangan matanya terlanjur buta
dengan hal-hal yang berkaitan dengan Allah. Sungguh sangat merugi orang-orang
semacam ini.
Padahal bukti-bukti yang menunjukkan Allah bertebaran
disekitarnya. Riset-riset penting telah ia lakukan. Ia kenal betul dengan Alam
semesta ini. Menghadapi orang semacam ini serba sulit. Semua usaha-usaha telah
maksimal dilakukan, tapi tak ada hasil. Nol. Lalu solusinya bagaimana?
Kata al-Buthi, ya doakan saja orang itu. Mudah-kudahan Allah
memberi hidayah kepadanya. Tak mengenal Allah sejak awal, kadang sulit di
arahkan. Kembali ke pembahasan awal. Bahwa setiap usaha keras yang dilakukan
tak akan sia-sia. Semuanya pasti ada nilai ibadahnya. Meski pada awalnya
pandangan kita layakanya pandangan orang-orang awam, bukan berarti kita tak
bisa mencapai derajat orang-orang Muqarrabin. Tidak.
Usaha-usaha keras dan observasi berkesinambungan yang
dilakukan bisa saja membawa kita jadi orang-orang yang dekat dengan Allah
(Muqarrabin). Amin... Justru Allah
mendukung hamba-hamba-Nya agar selalu berusaha keras mendekat kepada-Nya. Allah
menyebut hal ini dalam QS 29:69.
Dan orang-orang yang
berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada
mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang
yang berbuat baik.
Wassalamualaikum wr.wb
Referensi :
http://chirpstory.com/li/240821
Terima kasih telah membaca artikel Al Hikam 29 - Jadikan Allah Sebagai Tujuan Utama, diijinkan untuk menyalin semua yang ada di wastripedia, untuk disebarluaskan.