Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamualaikum wr. wb
1] Allah memberimu anugerah (selanjutnya baca warid) agar kau bisa mendekat dan masuk ke hadirat-Nya.
2] Allah memberimu warid agar engkau selamat dan terbebas dari diperbudak oleh sesuatu selain-Nya.
3] Allah memberimu warid agar engkau keluar dari penjara wujudmu untuk masuk kepada syuhud (penyaksian) hadirat-Nya.
Ulama mengartikan kata warid dengan bisikan ilahi yang
sampai pada hati seseorang tentang pengetahuan dsb. Jika demikian lantas apakah
perbedaan antar pengetahuan yang diperoleh melalui warid dengan pengetahuan yang
dicapai melalui proses belajar?
Tentu ada beda antara pengetahuan yang dibisikkan langsung
oleh dzat Yang Maha Tahu dengan pengetahuan melalui belajar pada seorang
ustadz/guru. Kok beda? Bukankah keduanya sama-sama dikatakan warid yang sampai
pada akal dan pikiran manusia, toh muaranya sama-sama dari Allah?
Begini, warid dengan arti intuisi ilahi pasti memuat konten
bisikan-bisikan rabbani yang barang tentu pasti sahih dan baik. Sedang apa yang
sampai pada akal melalui proses belajar terkadang memuat sesuatu yang baik,
kadang pula tidak baik. Kalaupun baik, pengetahuan itu kadang dipelajari
sebatas mencari nilai kognisi, jarang yang sampai terpatri dan menjadi prinsip
dalam diri.
Lalu bagaimana semestinya kita menyikapi warid yang datang
dari Allah setelah kita tahu hakikat di dalamnya? Di sini Ibnu Athaillah telah
menjelaskan bahwa ada 3 peran dari turunnya warid ke dalam hati seseorang. Masing-masing
dari 3 peran itu saling bertautan. Inilah inti pembahasan dari hikam 52, sesuai
3 poin yang termaktub dalam judul di atas.
Poin 1] Allah
memberimu anugerah agar kau bisa mendekat dan masuk ke hadirat-Nya. Tentu untuk
sampai pada hadirat Tuhan bukanlah dengan cara menempuh perjalanan jauh yang
dapat menguras tenaga. Sampai ke hadirat Allah hanya bisa dilakukan dengan
mengkondisikan hati senantiasa diliputi mahabbah dan ta’zim kpada Allah. Sudah
pasti, agar hati bisa mencapai kondisi mahabbah tersebut seseorang terlebih
dahulu harus melepas diri dari belenggu syahwat. Caranya agar tidak tertawan
syahwat bagaimana? Yaitu menjadikan warid (intuisi) ilahi ini sebagai
penyeimbang potensi akal.
Maka jika warid ini menghuni sebagian besar sudut hati
seseorang, maka dari celah hati terkecil pun ia akan sampai juga ke
hadirat-Nya. Jika Allah telah menghendaki seseorang menjadi baik, maka
datanglah warid yang dapat merobek tabir penghalang penyebab ia lalai.
Poin 2] Allah
memberimu warid agar engkau selamat dan tidak diperbudak oleh sesuatu
selain-Nya. Simak penjelasan berikut!
Hati jika diajak menghadap Allah dengan penuh rasa malu dan
ketebalan takwa yang sempurna akan berpengaruh pada terjadinya perang
keinginan. Ya, perang keinginan antara keberingasan nafsu yang mengajak berbuat
dosa melawan hasrat untuk totalitas dalam beribadah. Maka inilah peran warid yang
tertuang dalam poin dua hikmah kali ini, berkenaan fungsinya sebagai
penyeimbang pengaruh kuat nafsu.
Maka seseorang yang memperoleh warid ini, secara perlahan
akan menanggalkan ketergantungan pada dunia, setelah ia begitu
menggandrunginya. Hati, sebagai piranti paling lunak dalam organ tubuh manusia
akan menerima setiap arahan yang ditujukan kepadanya. Maka tugas manusia agar tidak
mengarahkan hati melainkan hanya kepada Allah, dengan bantuan piranti lain yang
dimiliki: akal dan hidayah.
Sebab, seperti dijelaskan sebelumnya, jika Allah sudah
berkehendak baik tehadap seseorang Allah akan menyertakan warid dalam hatinya. Warid
ini berperan sebagai penyeimbang agar hati yang semula selalu takluk dihadapan
jeratan nafsu, tertolong oleh penyeimbang ini.
Dialog yang terjadi antara Rasul dan Haris bin Malik
al-Anshari berikut ini menampilkan sekelumit contoh dari pengaruh warid.
Rasulullah bertanya pada Haris, “Bagaimana kabar mu pagi ini
wahai Haris?”,
Haris menjawab, “Pagi ini aku dalam keimanan yang hakiki”.
“Ketahuilah apa yang
telah kau ucapkan, segala sesuatu memiliki hakikat lantas apa hakikat dari
keimananmu itu?” tanya Rasulullah.
“Aku tahu dunia ini
(hanya fatamorgana), maka aku bangun di malam hari, aku habiskan siang hari
dalam dahaga (puasa), Aku melihat Arsy Allah, seolah aku melihat ahli surga
berlalulalang di dalamnya, seolah aku melihat ahli neraka saling mendengki.”
Inilah Haris, seseorang yang telah ditabur warid dalm
hatinya, ia mencapai puncak dari penyucian Allah dari sesuatu yang merintangi.
Poin 3] Allah memberimu warid agar engkau keluar dari penjara
wujudmu untuk masuk kepada syuhud (penyaksian). Bagaimana maksud seseorang
berada dalam penjara wujudnya, sehingga ia harus membebaskan diri?
Seseorang yang sibuk dengan urusan sendiri, tak peduli
keadaan sekitar dan lupa kemana akhir hidup ini berlabuh, maka ia terpenjara
wujudnya. Maka kita perlu merenungi... bahwa jarak tempuh menuju Allah tidak
sejauh jarak tempuh mengarungi dunia. Karena inti dari mendekati Allah adalah
menyiapkan hati dengan sepenuhnya sigap menerima segala kebesaran dan
keagungan-Nya.
Kita patut heran pada seseorang yang rela menempuh jarak
jauh untuk beribadah haji, namun tidak menempuh perjalanan singkat menuju
rihlah hati. Padahal untuk beribadah haji ia menghabiskan waktu, tenaga bahkan
biaya yang membebani, sedangkan rihlah hati tak ada kesulitan sama sekali.
Referensi :
Pesantren Sidogiri@sidogiri
http://chirpstory.com/li/244039
Terima kasih telah membaca artikel Al Hikam 52 : Memahami Anugerah Allah, diijinkan untuk menyalin semua yang ada di wastripedia, untuk disebarluaskan.