Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamualaikum wr. wb
“Tak ada satu hal yang menguasai diri seburuk WAHM”
Wahm dengan arti angan-angan kosong, atau cita-cita yang mustahil dicapai.
Hikmah ini menekankan aspek kehati-hatian dalam diri kita,
agar tak gampang terbawa angan-angan kosong. Agar Anda tak terlalu banyak
mengandai-andai. Agar Anda mau menyongsong masa depan dengan sikap penuh
optimis. Sebab tak semua angan-angan hati itu benar dan harus selalu diikuti.
Tidak.
Sebenarnya, angan-angan kosong yang tak mendasar itu
biasanya muncul dari diri yang tamak, dan suka ngiri sama orang lain. Hati-hati
ya …
Kronologi asalnya bisa bermacam-macam. Bahkan kadang
munculnya dari problem yang remeh, masalah yang tak berdasar, atau lain
sebagainya. Sekedar contoh, misalkan Anda seorang mahasiswa di sebuah perguruan
tinggi Islam (PTI) ternama di tanah air. Niatan Anda sudah mapan. Dari awal,
Anda sudah tekat bulat ingin memperdalam ilmu pengetahuan Islam, misalnya
bidang akidah, syariah, muamalah dan lain sebagainya.
Suatu hari “wahm” menghampiri alam pikiran Anda. Anda lalu
punya angan-angan tinggi: bahwa seandainya sekarang Anda keluar dari PTI
tersebut mungkin nasib Anda tidak seperti itu-itu saja. Karir Anda mungkin
sekarang sudah berkembang pesat dan tak selalu pasif bergelut di kampus. Jika
Anda keluar, mungkin Anda sudah jadi pengusaha sukses di ibu kota. Atau Anda
sekarang sudah jadi politikus kebanggaan disana.
Tak perlu repot-repot belajar ilmu Akidah, Muamalah, apalagi
Syariah. Buat apa belajar kayak gituan, jika malah karir saya gak berkembang. Celakanya,
Anda malah ikut wahm yang tak mendasar itu. Seakan-akan angan itu adalah cita-cita
tertinggi Anda dan harus terealisasi secepatnya. Akhirnya, malah cita-cita
mulia Anda di awal tadi terkalahkan oleh wahm atau angan-angan yang tak penting
itu. Yang profit malah dikesampingkan.
Sampel lain, Anda seorang adalah yang berkesempatan hidup di
Benua Eropa atau Amerika. Disana karir Anda sudah mapan dan lumayan melejit, anda
bekerja di sebuah bank ternama disana. Awal mula bekerja, Anda merasa risih
menjadi karyawan di bank tersebut. Alasannya lantaran pihak bank dimaksud,
banyak melakukan transaksi ilegal yang tak sesuai Syariat Islam. Agar bisa
dapat pemasukan sebanyak-banyaknya. Sebagai seorang Muslim, Anda pasti tak
setuju jika gaji Anda dibayar dari uang haram. Tapi penyakit wahm lagi-lagi
mengotori otak Anda.
Anda lalu punya pikiran, bahwa kondisi di Eropa tak
memungkinkan Anda untuk mencari nafkah yang murni halal. Anda dalam kondisi
mendesak. Mungkin saja ada pendapat ulama yang memperbolehkan profesi seperti
Anda itu. Agama tak mungkin memberatkan pemeluknya, kata hati Anda. Akhirnya,
Anda malah terbiasa dengan profesi karyawan bank. Yang asalnya kritis, sekarang
sikap Anda malah adem ayem. Tak peduli pada agama. Seakan-akan Anda setuju
dengan kemunkaran disekitar. Kemuliaan identitas Muslim Anda malah hancur lebur
dibawah kaki profesi duniawi Anda.
Sampel lain lagi, Anda adalah seorang pekerja disebuah
restoran bonavit di tanah air. Profesi yang satu ini tak bisa dianggap remeh,
yaitu sebagai resepsionis di restoran bonavit itu. Awal kali masuk restoran,
sikap Anda sangat apatis pada konten di restoran tersebut. Sebab disana memuat
banyak barang-barang haram, seperti bir dan daging babi. Belum lagi hal negatif
lainnya, semisal campur baur cewek dan cowok. Lalu suatu hari WAHM menghinggapi
pikiran Anda. Wahm Anda bilang, bahwa jika dilakukan dengan tujuan mulia maka
hukumnya boleh-boleh saja. Akhirnya niatan baik untuk mencari nafkah penyambung
hidup, malah bisa berubah jelek gara-gara wahm Anda yang tak benar itu. “Kearifan
Islam itu mengajarkan kebaikan. Allah pasti tahu keadaanku. Islam tak mungkin
memberatkan para pemeluknya,” kata hati Anda. Celakanya lagi, Anda malah ikut
arus negatif wahm Anda itu. Anda malah mengeyampingkan sisi negatif bekerja di
restoran haram itu.
Tujuan mulia Anda agar hidup sebagai Muslim yang selalu
tampil Islami, malah dikalahkan oleh suara hati yang tak terjamin kebenarannya.
Contoh lain, Anda adalah seorang perempuan Muslimah yang ingin menjalankan aturan-aturan
Syariat Islam dengan sebaik mungkin. Busana Anda klop. Anda berjilbab, menutup
aurat dengan benar sesuai Syariat dan lain sebagainya. Suatu hari, wahm
menjalar dalam pikiran Anda. Anda berpikir: jika selalu tertutup seperti ini
terus, maka tak akan ada lelaki yang mau pada saya. Tak akan ada yang mau kawin
dengan saya. Gawatnya, Anda yang Muslimah, malah ikut ajakan wahm tadi. Anda
menyangka seperti itulah jalan hidup yang benar. Diri Anda harus berubah. Maka
yang Anda lakukan kemudian malah melawan arus. Melawan aturan-aturan Syariat
yang benar. Sama dengan pikiran aktivis feminis sekarang.
Sebenarnya, jika kita mau sadar Syariat Islam itu sudah
komplit dan sempurna, sebagaimana Hikam 58 sebelumnya. Aturan-aturan dalam
Syariat Islam itu aplikatif dan elastis. Selalu bisa merespon perkembangan
zaman, tanpa harus merubah diri ikut arus zaman. Allah sudah membuat aturan-aturan
Islam semudah mungkin, agar bisa diaplikasikan para pemeluknya dengan baik. Larangan-angan
agama juga dijelaskan.
Wahm adalah bisikan tak baik yang harus dihindari. Tidak
semua kata-kata pikiran itu harus dituruti, sebab ada juga isi pikiran yang tak
benar. Wahm atau angan-angan kosong adalah salah satu diantaranya. Sebagaimana
tema dimuka: “Tak ada satu hal pun yang menguasai diri seburuk WAHM”.
Wahm kadang bisa jadi kuat mengakar dipikiran Anda, hingga
bisa menguasai diri agar segera merealisasikan isi wahm itu. Maka hati-hatilah...
Anda sebenarnya harus sadar jebakan wahm ini, dengan cara tak menggubris
perintahnya. Sebagai Muslim yang beriman, Anda tak boleh kalah. Apalagi hanya
sekedar menghadapi suara sumbing wahm, tentu saja bisa. Kuatkan hati agar bisa
menyeimbangkan pikiran.
Referensi :
Terima kasih telah membaca artikel Al Hikam 59 : Pelu Kehati-hatian dalam Setiap Tindakan, diijinkan untuk menyalin semua yang ada di wastripedia, untuk disebarluaskan.