Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamualaikum wr. wb
“Orang yang tidak mendekat kepada Allah dengan halusnya pemberian-Nya, maka ia akan diseret supaya ingat kepada Allah dengan rantai ujian”
Kalam hikmah ini menjelaskan akan kebijaksanaan yang
diberikan oleh Allah kepada hamba-Nya di dalam menjalani hidup. Pertama harus
kita pahami, bahwa Allah dengan kekuasaan yang dimiliki-Nya, telah memberikan
nikmat dan anugrah kepada semua makhluknya. Muslim/kafir.
Allah tak membeda-bedakan di dalam memperlakukan hamba-Nya.
Semua diberi anugrah dengan baik dan sempurna. Hanya saja, kadang makhluk-Nya tidak
merasa. Orang Islam, baik yang taat/durhaka kepada-Nya, tetap diberi kebutuhan
hidup sama seperti makhluk yang lain, meski dalam kadar yang berbeda. Orang
kafir sekalipun, oleh Allah tetap diberi kenikmatan dan anugrah hidup yang sama
sperti makhluk-Nya yang Muslim. Tidak ada beda.
Di sini, kita bisa melihat sifat pemurah dan kebijaksanaan
universal yang dimiliki oleh Allah. Sungguh agung dan bijaksananya Allah itu. Perhatikan
QS: Al-Isra:20 yang menjelaskan sifat kasih sayang Allah yang tiada batas ini.
Kepada masing-masing
golongan baik golongan ini maupun golongan itu Kami berikan bantuan dari
kemurahan Tuhanmu. Dan kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi. [QS:
Al-Isra:20]
Merespon pemberian Allah yang tiada batas itu, harus dengan
langkah syukur. Mensyukuri segala nikmat dan menyadari bahwa semua itu
dari-Nya. Syukur, adalah sikap ideal yang mesti kita miliki di dalam
mengejawantahkan nikmat dan anugrah yang telah diberi oleh Allah. Syukur bukan
kufur.
Makhluk yang tahu diri dan paham terhadap kondisi dirinya yang
hina, lemah, terbatas, banyak dosa, adalah dengan cara bersyukur. Kita banyak
dosa dan penuh khilaf, tapi tetap saja Allah mengalirkan anugrahnya kepada
kita. Apalagi yang mesti dilakukan kecuali bersyukur?
Di sisi yang lain, sifat dasar manusia itu adalah senang dan
cinta kepada siapapun saja yang berlaku baik kepadanya. Bahkan sampai ada
manusia yang rela menjadi budak orang yang telah memperlakukan dirinya dengan
baik. Fakta!
Ada kalam hikmah yang berbunyi:
"Jiwa manusia
cenderung cinta pada orang yang memperlakukan drinya dengan baik."
Ketika Allah sudah memperlakukan kita dengan baik, bukankah
secara fitrah kita mesti cinta dan menghamba kepada Dia? Tapi faktanya tidak
selalu begitu. Anugerah yang telah diberikan Allah kepada kita, kadang malah
kita balas dengan sikap durhaka, sombong, dll.
Kita lebih sering tidak tahu diri, Allah memperlakukan kita dengan
baik, kita memperlakukan-Nya dengan buruk. Kita diberi nikmat, dibalas maksiat.
Tapi bagaimanapun kondisinya, Allah tetap menginginkan yang terbaik kepada
hamba-Nya. Asal tidak sombong.
Makhluk yang lupa kepada Allah, Allah akan mengingatkan dan menyadarkan
dirinya dengan musibah/kondisi hidup yang sulit. Contohnya diuji dengan
kemiskinan, musibah, rizki sulit,
penyakit, masalah, dll. Dengan tujuan
agar kita sadar dan kembali kepada Allah.
Jadi sejatinya, ujian
hidup itu bukan musibah, tapi
anugerah, sebab dengan ujian kita lantas
sadar dan kembali kepada Allah. Tak
terlena. Faktanya memang begitu, sebagian dari kita akan kembali kepada Allah
justru setelah diberi musibah. Baru
sadar dan bertobat.
Ketika kondisi hidup kita sulit, banyak masalah, banyak musibah, dll, cobak merenung, ada apa dengan diri kita? Apa yang salah? Mungkin
selama ini kita talah menjauh dri Allah, banyak dosa, durhaka. Jadi diberi musibah, agar kita kembali kepada-Nya. Ketika terkena
musibah/banyak masalah, jangan terburu-buru
menyalahkan Allah, mungkin saja kita selama ini banyak dosa. Mestinya introspeksi.
Akan tetapi apabila
setelah diberi kenikmatan/anugrah dri-Nya,
kita sombong, jumawa, maka
biasanya Allah akan meng-istidroj. Istidroj itu adalah Allah membiarkan dia dalam
kesombongan dan terus menambah
kenikmatan pada dia. Dia tidak ditegur. Tapi dibiarkan. Kenapa orang yang
sombong itu dibiarkan/istidroj? Agar dia semakin jauh dari Allah, sehingga siksanya nanti di akhirat semakin
pedih.
Perhatikan QS: Al-An'am: 44 yang menjelaskan pembiaran yang
dilakukan oleh Allah kepada makhluknya yang sombong.
Maka tatkala mereka
melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan
semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira
dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan
sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa. [QS: Al-An'am: 44]
Dari sini, kalam hikmah di awal tadi menemukan relevansinya.
Bahwa ketika kita jauh dari-Nya, maka Allah akan manriknya dengan sebab
musibah. Meski juga perlu dipahami, bahwa turunnya musibah yang menyebabkan
kita dekat pada Allah sejatinya adalah anugrah dan nikmat yang besar.
Anugrah Allah itu ada 2. Dzahir dan bathin. Yang dzahir seperti nikmat sehat,
rizki, makanan, dll. Anugrah bathin seperti terkena musibah, masalah hidup,
rizki sulit, yang semua itu menyebabkan sadar dan kembali kepada-Nya. Itu
sejatinya juga anugrah.
Kedua macam anugrah ini adalah cobaan dari Allah. Anugrah harta, tahta, kekayaan, kesuksesan adalah cobaan. Akankah kita bersyukur? Musibah, masalah
hidup, kemiskinan, dll juga mrupakan
cobaan. Akankah kita sadar dan kembali pada
Allah disebabkan semua kesulitan itu?
Sebagai penutup,
perhatikan QS: Al-Anbiya': 35 berikut ini.
Tiap-tiap yang berjiwa
akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan
sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu
dikembalikan.
Sumber :
Terima kasih telah membaca artikel Al Hikam 61 : Memahami Kebijaksanaan Allah, diijinkan untuk menyalin semua yang ada di wastripedia, untuk disebarluaskan.