Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamualaikum wr. wb
"Hendaknya engkau merasa takut jika kau selalu mendapat karunia Allah, sedangkan engaku tetap dalam perbuatan maksiat kepada-Nya, jangan sampai karunia itu semata- mata istidraj dari Allah SWT."
Kalam hikmah ini sebetulnya sebagai penyempurna dari hikmah
sebelumnya (Hikmah 62). Kita tahu Istidraj adalah hukuman secara perlahan
diberikan kepada seseorang, berupa limpahan nikmat, padahal ia terus dalam
kungkungan maksiat.
Pada prinsipnya jika nikmat yang Allah berikan tidak
disyukuri. Maka nikmat itu akan segera hilang dan sirna. Sedangkan nikmat yang
selalu disambut dengan syukur, pasti akan terus tambah subur. Hal ini sudah
menjadi rumus ilahi yang termaktub dalam Al-quran.
Namun, tidak sedikit seseorang yang terus melimpah dengan
nikmat dan dia terus menikmatinya. Sedangkan ia terkungkung dalam kemelut
maksiat. Inilah yang harus diwaspadai. Karena pemberian Allah dengan keadaan
seperti ini termasuk istidraj.
Sedangkan istijraj pada hakikatnya adalah teguran Allah
kepada bamba-Nya, yang menyebabkan murka-Nya turun. Perhatikan kandungan ayat
QS. al-Qalam: 44 di bawah
Maka serahkanlah (ya
Muhammad) kepada-Ku (urusan) orang-orang yang mendustakan perkataan ini (Al
Quran). Nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah
kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui,
Iatidraj ini bukan cuma terjadi pada personel saja, namun
juga mencakup pada lingkup yang lebih besar. Contoh gampangnya, sebuah Negara yang
kekayaannya terus meningkat dan melimpah. Sedangkan pemerintah/penduduknya terkungkung
dalam maksiat.
Mereka jauh dari syariat Allah, bahkan menantang pada
tatanan islam yang sudah dibawa oleh revolusioner dunia, Rasulullah SAW. Maka
ketahuilah! Bahwa kekayaan Negara tersebut sejatinya bukanlah nikmat, namun
adzab yang secara perlahan Allah turunkan.
Masihkah kita ingat cerita Raja Firaun? Raja yang sangat
jahat tak mau nerima nasihat. Dia memiliki harta yang sangat melimpah dan
bahkan samapai meyakini bahwa dunia ini ada dalam kekuasaannya dan akhirnya ia
mengaku Tuhan. Tak lama kemudian, semua yang dimiliki jadi harta tak bertuan.
Karena dalam waktu sekejap Allah menghendakinya tenggelam di tengah lautan.
Perhatikan QS. Al-a'raf: 137 berikut yang menyinggung Firaun
Dan Kami pusakakan
kepada kaum yang telah ditindas itu, negeri-negeri bahagian timur bumi dan
bahagian baratnya yang telah Kami beri berkah padanya. Dan telah sempurnalah
perkataan Tuhanmu yang baik (sebagai janji) untuk Bani Israil disebabkan
kesabaran mereka. Dan Kami hancurkan apa yang telah dibuat Fir'aun dan kaumnya
dan apa yang telah dibangun mereka.
Renungkan juga QS. Al-an'am: 44 berikut
Maka tatkala mereka
melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan
semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira
dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong,
maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.
Lantas bagaimana mestinya sikap kita dalam menyambut Ihsan
Allah yang selalu menganugrahi kita nikmat yang bertambah dan melimpah? Sikap yang
harus menghiasi kita adalah; selalu merasa takut dan cemas bahwa anugrah yang sedang
kita nikmati termasuk istijraj dari Allah.
Pendorong yang dapat mendatangkan perasaan itu adalah introspeksi diri dan selalu merasa salah
atau teledor di hadapan Allah SWT. Serta juga meyakini bahwa limpahan nikmat Allah yang kita terima jauh
lebih besar daripada syukur kita kepada-Nya.
Hal penting yang juga harus dihindari, perasaan sok suci
hingga tak mau untuk introspeksi diri, karena merasa bersih dari salah dan
dosa. Misal sorang bilang; ketika saya kontrol diri saya, ternyata sudah taat,
melaksanakan kewajiban-kewajiban kepada Allah dan mensyukuri niknmat-nikmat-Nya.
Seorang hamba semakin tambah kenalnya kepada Allah, akan
tambah pula perasaan selalu salah di hadapan-Nya. Intinya, orang mukmin harus
merasa takut dengan nikmat yang terus bertambah di sekelilingnya, adalah sebuah
cobaan atau istijraj belaka dari Allah.
Tidak heran, ketika Sayyidina Umar mendapatkan banyak harta
rampasan waktu peperangan, beliau sangat susah dan takut. Karena belaiau
hawatir, nikmat berupa kemenangan dan harta rampasan tersebut, merupakan cobaan
dan istidraj dari Allah SWT.
Kalau sekelas kita, adakah yang memiliki tingkatan seperti
yang dimiliki oleh Sayyidina Umar di atas? Sehingga kita terus hidup dalam
kecemasan dan khauf, karena merasa selalu ceroboh dan sembrono serta lalai dalam
melaksanakn kewajiban. Kayaknya sangatlah langka. Karena pada kenyataannya,
mayoritas dari kalangan kita merasa istimewa dengan apa yang dimiliki.
Bahkan lupa diri dan tidak mau mensyukuri. Mereka merasa
semua yang dimiliki murni milik pribadi seakan-akan tak akan dihisab di akhirat
nanti. Jadi, mari kita hisab sendiri amal yang kita lakukan setiap hari. Dan
jangan pernah bangga atau istimewa dengan apa yang kita miliki. Apa lagi merasa
cukup dengan ibadah yang dilaksanakan setiap hari. Tumbuhkan rasa hina di
hadapan-Nya serta selalu merasa bersalah kepada-Nya. Sehingga kita merasa haus
utk slalu beristighfar, bertasbih dan bertahmid kepada-Nya. Semoga kita
tersirami rahmat dan maghfirah-Nya! Amin
Sumber :
Terima kasih telah membaca artikel Al Hikam 63 : Hendaknya Engkau Merasa Takut Jika Kau Selalu Mendapat Karunia Allah, Sedangkan Engaku Tetap Dalam Perbuatan Maksiat Kepada-Nya, diijinkan untuk menyalin semua yang ada di wastripedia, untuk disebarluaskan.