Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamualaikum wr. wb
“Tanda seorang murid yang dungu adalah saat melakukan kesalahan ia malah bilang (sambil dongkol): ‘seandainya yang saya lakukan itu salah maka tak mungkin saya diberi pertolongan oleh Allah. Mungkin saya juga semakin jauh dari Allah! Tapi nyatanya nggak ada apa-apa, kan!”
“Maka ketahuilah (kata Ibnu Athaillah) bahwa pertolongan
Allah, sekecil / sebesar apapun itu, kadang malah tak dirasa oleh kita”
“Diam saja dan tak bereaksi saat dirinya jauh dari Allah,
itu sama halnya dengan membiarkan nafsu sendiri lepas dan jadi liar!”.
Tema Hikam kali ini seperti sebuah ajakan; ajakan agar kita
mau introspeksi diri, agar bisa rasakan keberadaan Allah setiap waktu. Fokus
tema ini menekankan pembenahan kualitas diri secara keseluruhan. Maka kita
perlu tahu definisi tentang Murid: siapakah ia sebenarnya?
Makna “Murid” disini tak seperti yang biasa dipaham.
Biasanya murid itu identik sebagai orang yang ingin dirinya jadi baik. Tapi ini
bukan! Murid, kata Ibnu Athaillah, adalah orang-orang yang memperbaiki dirinya
dan istikamah melangkah dijalan yang benar karena ingin dekat dengan Allah.
Dua definisi ini hampir mirip, tapi sebenarnya tak mirip.
Definisi yang kedua lebih mendalam, sebab ia fokus pada pengharapan ridha
Allah.
Ibnu Athaillah menyebutkan, ada beberapa penyakit hati yang
sering melanda hamba-hamba-Nya. Satu diantaranya adalah sifat suka
“meremehkan”. Contoh: suatu hari Anda melakukan kesalahan fatal, tidak Shalat,
misalnya. Ini berarti Anda telah melanggar satu aturan syariat Allah.
Dalam angan-angan Anda, semestinya Anda sekarang sudah
celaka kena hukum / adzab Allah, lantaran melanggar syariat Allah tadi. Tapi
ternyata, sekian hari dan sekian bulan berjalan, Anda masih tetap sehat.
Kondisi badan Anda fit dan tak kurang satu hal pun.
Pikiran negatif Anda lalu berkata; "kalo melanggar
sedikit itu gak apa-apa. Seandainya itu salah, pasti Allah langsung menegor
saya". Nah, disitulah letak penyakitnya. Meremehkan syariat sebenarnya
satu tanda dari kerasnya hati. Jangan biarkan hati Anda begitu.
Hati yang keras biasanya akan berefek memunculkan hal
negatif. Seandainya Anda tak keras hati, tentu efeknya tidak akan seperti itu. Jika
hati Anda lemah lembut, biasanya Anda akan merasa takut pada Allah. Hati yang
lembut selalu merasa khawatir mau berbuat dosa.
Orang yang hatinya selalu ingat Allah, maka ia akan selalu
coba menghadirkan Allah dalam hidupnya. Lihat QS 8:2 berikut :
Sesungguhnya
orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah
hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka
(karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.
Contoh lain: saat Anda merasa nyaman dengan berbagai
kenikmatan-kenikmatan dunia, lantaran Anda adalah orang yang taat beribadah
kepada Allah, biasanya Anda akan tenang-tenang saja. Merasa bahwa nikmat yang
Anda miliki itu akan langgeng untuk selama-lamanya. Intinya, Anda merasa aman.
Nah, sifat hati macam ini juga punya efek bahaya, sebab ia
akan selalu berharap nikmat yang dimilikinya itu akan kekal selamanya. Jika
suatu ketika Allah mencabut kenikmatan tersebut dari Anda, mungkin pikiran
pertama kali Anda adalah penolakan keras atau perlawanan.
"Saya ini seorang ahli ibadah yang tekun. Bagaimana
mungkin harta saya hilang? Ini tak mungkin terjadi pada saya!", keluh hati
Anda. Hal macam ini telah Allah jelaskan sejelas-jelasnya dalam QS 17:83
berikut :
Dan apabila Kami
berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia; dan membelakang
dengan sikap yang sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia
berputus asa.
Maka berhati-hatilah saat hati Anda mulai terikat dengan kenikmatan
dunia. Hidup kaya boleh-boleh saja, asal hati tak terikat pada kekayaan itu. Kenikmatan
yang hilang terenggut, jangan buat diri Anda pesimistis. Sebab, kata al-Quran,
tak ada satu hal baik pun dalam sifat pesimis.
Sikap manusia kadang sering menyalahkan kejadian / bencana
buruk yang dialami sebagai hal negatif. Padahal itu adalah takdir dari Allah. Perhatikan
ayat QS 11:9-10, yang menjelaskan sifat-sifat tamak manusia.
( 9 ) Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu
rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut daripadanya, pastilah
dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih.
( 10 ) Dan jika Kami rasakan kepadanya kebahagiaan
sesudah bencana yang menimpanya, niscaya dia akan berkata: "Telah hilang
bencana-bencana itu daripadaku"; sesungguhnya dia sangat gembira lagi
bangga,
Padahal jika hati itu baik, maka ia akan selalu bersyukur
saat mendapat nikmat, atau bersabar saat dapat cobaan buruk. Maka inti yang
terpenting terletak pada motivasi diri Anda! Sering-seringlah mengajak hati
Anda berfantasi positif, dengan cara ingat Allah. Semakin sering Anda mencoba praktek,
maka akan semakin besar kesempatan Anda untuk mendekat kepada Allah sang
Pencipta Alam. Amin..
Jangan pernah coba-coba punya pikiran yang macam-macam dan
tak perlu, sebab itu akan berakibat buruk dibelakang hari. Arahkan ia pada
hal-hal positif.
Sumber :
Terima kasih telah membaca artikel Al Hikam 64 : Jangan Remehkan Pertolongan Allah, diijinkan untuk menyalin semua yang ada di wastripedia, untuk disebarluaskan.