Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamualaikum wr. wb
“Tanda-tanda orang yang tertipu adalah; saat ia merasa sedih karena ketidak patuhan pada aturan Allah, tapi ia tak bangkit lagi”.
Maksud "sedih" dari
hikmah ini adalah kesedihan hati seorang hamba yang galau memikirkan kondisi
dirinya, lantaran banyak salah dan dosa. Kadang perasaan ini timbul ketika
hamba itu ingin bertobat dari perbuatan-perbuatan dosa atau maksiat yang
dilakukan kepada Allah dahulu. Pada saat-saat itulah hamba tersebut bimbang,
apakah Allah akan menerima tobatnya atau tidak? Apakah Allah akan murka sebab
dosa-dosa besarnya?
Nah, pada fase inilah tak sedikit
hamba Allah yang malah terjerembab dalam tipu muslihat setan dan tak bisa
bangkit lagi. Bisikan setan memaksa dirinya untuk selalu meratapi dosa masa
lalunya yang bertumpuk. Hingga akhirnya ia putus asa dan tak bersemangat.
Misalnya, Anda sedih karena dulu
sering mabuk-mabukan atau main perempuan. Psikologis Anda tentu menurun ketika
itu, atau mungkin Anda stres. Meratapi dosa-dosa mungkin saja buat Anda putus
asa. Semangat dan gairah hidup Anda mulai pudar. Hidup ini tak berarti lagi,
kata hati Anda.
Maka ketahuilah, kata Ibnu
Athaillah, bahwa kesedihan yang berlarut-larut macam itu adalah tipuan belaka dan
tak baik jika dibiarkan begitu. Tak ada manfaat positif apapun yang bisa
diambil dari ratapan sedih. Jika ada yang bilang meratap itu baik, berarti ia
salah persepsi! Yang benar, kesedihan itu tidak boleh selalu diratapi.
Dosa-dosa berat masa lalu, tidak boleh buat diri Anda putus asa selamanya. Iya
kan...
Kata pepatah: “Menangis itu bukan
untuk bikin genangan air mata, tapi tujuan menangis adalah untuk menjauhi
penyebab dirimu menangis”. Maksudnya, problem atau masalah yang berat hingga
membuat diri Anda menangis, harus diimbangi dengan semangat bangkit dari
keterpurukan.
Kesedihan bisa juga diartikan
“kekhawatiran dan ketakutan”. Khawatir karena dosa-dosa masa lalunya tak
diampuni, atau takut pada siksa neraka. Maka, jika Anda merasa khawatir dengan
dosa-dosa masa lalu, seharusnya Anda bangkit dan tak putus asa. Anda harus
semangat menebus dosa-dosa itu.
Anda harus banyak ibadah dan
dzikir pada Allah, agar dosa-dosa Anda cepat dilebur dan diampuni oleh Allah.
Bukan malah mundur. Gitu logikanya. Kalo ada pertanyaan begini:
"mungkinkah seorang pecandu maksiat bisa lepas dari pengaruh buruk yang
mencengkram kuat dalam dirinya?" Jawabannya, tentu saja bisa dan itu
bukanlah hal yang mustahil direalisasikan. Banyak sekali bukti-bukti kehidupan
orang-orang terkait kasus ini.
Ibnu Athaillah bercerita: Saya
pernah mengunjungi seorang teman yang telah bertobat secara tulus dari
perbuatan buruk masa lalunya. Ia bercerita dengan mata berkaca-kaca, bahwa
sebagian besar umurnya terjerumus dalam kubangan penuh dosa. Ia menyesal masa
lalunya demikian. Saat masih muda, ia suka mabuk-mabukan, berjudi, main
perempuan dan segala hal negatif yang tak ada manfaatnya. Dosanya mungkin kayak
gunung. Yang unik, ia lalu bercerita jujur, bahwa setiap kali melakukan hal
buruk atau bermaksiat itu, ia selalu mengadu pada Allah begini:
"Ya Allah, Engkau Maha Tahu
pada keadaanku saat ini. Aku terhalang tembok tebal dengan rahmat-Mu, ya Allah.
Jarakku sangat jauh darimu". "Karena, sebagaimana yang Engkau tahu,
aku adalah hamba-Mu yang lemah. Aku tak berdaya menahan hawa nafsuku yang
menjerumuskan ini". “Lalu kenapa tidak Engkau robohkan tembok penghalang
itu dariku, ya Allah? Padahal Engkau Maha Kuasa atas segala hal,” tutup doanya.
Ibnu Ataillah demi mendengar
cerita jujur itu langsung sadar dan ikut terharu juga. Berharap semoga beliau
jadi bagian doa temannya tadi. Nah, dari pengalaman cerita itu kemudian Ibnu
Athaillah menyimpulkan; jika hal buruk yang pernah dialami tak lantas jadi
penghalang. Seburuk apapun diri kita, tak berarti buat kita terus stagnan
dipersimpangan jalan. Semangat kita jangan sampai digerogoti rasa pesimis. Sebaliknya,
jadikan dosa-dosa itu sebagai pelecut semangat untuk berusaha ibadah, berdoa dan
selalu menuju Allah setiap saat.
Jika Anda adalah penikmat sejarah
Islam, maka Anda akan temukan kehidupan Rasulullah juga penuh dengan berbagai
kesedihan macam ini. Rasulullah tak henti-hentinya memohon ampunan pada Allah
atas segala dosa yang diperbuat. Padahal sebagaimana yang kita ketahui bersama,
Rasulullah itu Maksum, yang jika berbuat dosa akan otomatis dihapus oleh Allah.
Nyatanya, beliau tetap ibadah hingga kakinya bengkak.
Para ulama besar dulu juga
demikian. Kehidupan malam mereka selalu diwarnai ibadah hingga waktu Subuh, dengan
linangan air mata ikhlas. Hal macam ini adalah manusiawi, semua orang pasti
pernah mengalaminya. Yang paling penting adalah dampak setelah kesedihan itu.
Kesedihan itu tidak untuk
dibiarkan, apalagi dibiasakan. Hikmah dibalik kesedihan itulah yang seharusnya
melecut diri kita. Kesedihan itu memang harus ada, sebagai pengobar semangat
hidup. Kesedihan itu akan benar-benar hilang bila hari kiamat nanti telah tiba.
Inilah ucapan rasa syukur kita
saat kesedihan kelak benar-benar dihapus, QS 35:34-35
( 34 ) Dan mereka berkata:
"Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami.
Sesungguhnya Tuhan kami benar-benar Maha Pengampum lagi Maha Mensyukuri.
( 35 ) Yang menempatkan kami
dalam tempat yang kekal (surga) dari karunia-Nya; didalamnya kami tiada merasa
lelah dan tiada pula merasa lesu".
Sumber :
Pesantren Sidogiri@sidogiri
https://chirpstory.com/li/249543
Terima kasih telah membaca artikel Al Hikam 74 : Jangan Pesimis Karena Kesalahan Masa Lalu, diijinkan untuk menyalin semua yang ada di wastripedia, untuk disebarluaskan.