Mas Sehat | Blog Tentang Kesehatan | Mas Sehat ~ Blog Tentang Kesehatan | www.mas-sehat.com

Recent Comments

Al Hikam 75 : Menggapai Cinta Tertinggi Allah



Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamualaikum wr. wb   

“Seorang Arif bukanlah orang yang menunjuk sesuatu, lalu ia merasa dekat dengan Allah. Tapi seorang Arif sesungguhnya adalah mereka yang pada dirinya tak nampak petunjuk apapun, karena pandangan mata dan hati mereka sudah hilang. Yang ada hanya Allah semata”.

Maksud “orang Arif” dalam hikmah tadi ialah para hamba yang telah mengenal Allah secara dekat. Ia punya hubungan spesial dengan Allah. Orang Arif adalah orang istimewa dan tak sama dengan kebanyakan orang. Saat pertama kali dengar kata “Arif”, mungkin yang ada dalam pikiran Anda adalah orang tua berjenggot putih, dengan rambut penuh uban. Penampilannya sederhana, namun memancarkan kewibawaan. Itu imajinasi keliru. Justru kehidupan mereka normal-normal saja, seperti manusia kebanyakan. Tak ada yang aneh dari pola hidup mereka sehari-hari. Namun begitu, meski secara lahiriyah kelihatannya normal-normal saja, tapi sebenarnya mereka istimewa. Hati mereka selalu terikat pada Allah.

Orang-orang tipe ini bisa kita teladani dari para Shahabat setia Rasulullah. Kehidupan beliau-beliau senantiasa terpaut dengan Allah dan Rasulullah. Shahabat Abu Bakar as-Shiddiq pernah mengaku begini: “Setiap kali aku melihat orang / benda, maka yang tampak di mataku hanya Allah”.

Imam Fakhruddin ar-Razi berpesan: “Jadikanlah aktivitas lahiriyahmu bersama manusia, tapi batin hatimu tetap terpaut bersama Allah”.

Intinya, segala aktivitas yang dilakukan oleh beliau-beliau adalah murni karena Allah. Bukan karena unsur duniawi, apalagi syahwat manusiawi. Oke, sekarang gimana kalo kita bahas keadaan orang-orang Arif itu? Bahwa karakter "Arifin" yang sempuna adalah mereka yang merasakan kekosongan total. Tak merasakan diri sendiri dan segala hal disekitarnya. Pandangan, pikiran dan perasaan hati mereka hilang. Diri mereka telah dipenuhi cahaya Ilahi, yang tak mungkin terungkap dengan kata-kata.

Saat Arifin itu terkena musibah, misalnya, maka yang ada dalam pikiran mereka pertama kali adalah “tawakkal”. Begitu juga sebaliknya. Dikala mereka dapat limpahan nikmat, maka “syukur” adalah perasaan pertama kali mereka. “Alhamdulillah” adalah ucapan pertama kali mereka. Senang / susah, pujian / makian, rizki / musibah, kaya / miskin, atau keadaan apapun itu, bagi para Arifin sama saja efeknya. Hambar...
Mengapa demikian? Karena tumpuan utama mereka hanyalah Allah. Harta, nafsu syahwat dan duniawi sama sekali tak mempengaruhi diri mereka. Psikologis macam ini yang oleh para Arifin disebut sebagai “Tangga Cinta”. Cinta abadi tingkat tinggi, yang tak dimiliki orang-orang biasa. Saat rasa cinta pada Allah mulai menguasai, maka hilanglah sifat manusiawi mereka. Orang-orang di tingkatan ini biasanya tak kerasan hidup. Tak kerasan karena ingin cepat-cepat berjumpa langsung dengan Allah. Kondisi seperti inilah yang dialami oleh para Nabi, Rasul dan Waliyullah.

Seringkali untaian kata-kata menakjubkan keluar dari lidah beliau-beliau pada saat yang tidak di duga-duga, bahkan oleh nalar sehat sekalipun. Menjelang wafat, misalnya, Rasulullah berucap dengan muka berseri-seri begini: “Ya Allah, semoga aku lekas berjumpa dengan-Mu Tuhanku”.

Kata-kata Shahabat Mu’adz bin Jabal lebih memilukan lagi. Saat sakaratul-maut, beliau merasakan sakit yang luar biasa hingga pingsan. Ketika bangun, beliau malah berucap begini: “Ya Allah, lekas cekiklah aku. Engkau Maha Tahu, ya Allah, jika hatiku begitu mencintai-Mu”.

Atau cerita Shahabat ‘Imran bin Hushain, yang selama 30 tahun terbaring lemas diatas ranjang lantaran menderita penyakit lumpuh total. Saat seorang temannya menangis karena tak tega melihat kondisinya, ‘Imran berkata: “Jangan menangis! Aku senang dengan takdir Allah ini”

Subhanallah... Sungguh indah tipe cinta seperti beliau-beliau itu. Meski kita tak bisa seperti beliau-beliau, minimal kita satu strip dibawahnya. Maka, intinya adalah gapailah cinta Allah itu dengan banyak ibadah, dzikir dan berbuat baik. Niatannya murni karena mengharap ridha Allah.
Jika orang-orang yang disebut namanya mulai awal tadi bisa melakukannya, mengapa kita juga tidak? Mencapai tingkatan "Arifin" itu tak sulit. Jika kita berusaha terus-menerus, bukan tak mustahil kita juga akan sampai ke tingkatan "Tangga Cinta" tertinggi itu.

Sumber :
Pesantren Sidogiri@sidogiri
https://chirpstory.com/li/249909



Terima kasih telah membaca artikel Al Hikam 75 : Menggapai Cinta Tertinggi Allah, diijinkan untuk menyalin semua yang ada di wastripedia, untuk disebarluaskan.

Recent Posts :